Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengulik Sejarah dan Alasan Indonesia Masih Bergantung pada Impor Kedelai

26 Februari 2022   15:03 Diperbarui: 27 Februari 2022   20:45 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengulis sejarah dan alasan Indonesia masih bergantung pada impor kedelai. Foto: Kompas.com/Totok Wijayanto

Untuk mengatasi keadaan tersebut, Badan Urusan Logistik (BULOG), sebagai institusi yang memegang monopoli impor kedelai berusaha menjaga harga kedelai lokal agar bisa bersaing dengan kedelai impor. Namun, dalam hal penentuan harga, BULOG pun tidak berdaya menghadapi tekanan hukum permintaan dan penawaran. Akibatnya, harga kedelai impor selalu lebih rendah dari kedelai lokal.

Selama periode 1970-1990, ada gap yang signifikan antara data pertumbuhan produksi dan konsumsi kedelai nasional dengan angka konsumsi selalu lebih tinggi dari angka produksi. Puncaknya terjadi pada 1998, di mana terjadi penurunan konsumsi kedelai karena turunnya ketersediaan kedelai impor.

Di tahun 1998 pula, pemerintah mengakhiri monopoli impor kedelai oleh BULOG, berdasarkan kesepakatan dengan IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LOI). Sejak saat itulah, penentuan jumlah impor kedelai dilakukan oleh swasta melalui mekanisme perdagangan bebas.

Mampukah Indonesia Lepas dari Ketergantungan Impor Kedelai?

Hampir tidak ada satu negara pun bisa lepas dari impor, termasuk negara-negara maju.  

Impor dilakukan karena suatu negara tidak dapat menyuplai atau memenuhi-baik  melalui proses produksi, tambang atau tanam sendiri-barang atau jasa yang dibutuhkan.

Sejarah dan alasan Indonesia masih impor kedelai-Eusebio Chrysnamurti diunduh dari ekonomi.bisnis.com
Sejarah dan alasan Indonesia masih impor kedelai-Eusebio Chrysnamurti diunduh dari ekonomi.bisnis.com

Suatu negara bisa saja tidak melakukan impor apa pun. Namun, biaya produksi yang dikeluarkan bisa jadi sangat mahal. Itu sebabnya impor diperlukan untuk menjamin kebutuhan barang dan jasa bagi masyarakat dengan harga yang lebih terjangkau dan efisien.

Impor memang tidak selalu buruk. Namun, ketergantungan pada impor juga punya efek jangka panjang yang kurang baik bagi perekonomian, seperti mematikan industri kecil, memunculkan persaingan bisnis yang tidak sehat, penjajahan ekonomi oleh negara lain dan sebagainya.

Berbagai pihak memberi "lampu merah" atas impor kedelai Indonesia yang kini telah mencapai 86,4%. Dikutip dari katadata.com, BPS mencatat hingga tahun 2020 jumlah impor kedelai mencapai 2,48 juta ton atau senilai US$ 1 miliar.

Rendahnya produksi kedelai lokal kerap disebut sebagai penyebab ketergantungan pada kedelai impor. Hal ini sebenarnya juga berkaitan dengan berbagai faktor yang cukup kompleks. Salah satunya adalah luas lahan panen kedelai yang terus menyusut akibat alih fungsi lahan ke sektor non-pertanian.

Luas lahan panen kedelai terus mengalami penyusutan dari 660,8 ribu hektar di tahun 2010 menjadi tinggal 285,3 ribu hektar pada 2019. Padahal menurut pemerintah, rata-rata kebutuhan kedelai nasional antara 2-3 juta ton per tahun. Sementara untuk memenuhi kebutuhan tersebut, setidaknya dibutuhkan lahan seluas 2,5 juta hektar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun