Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Konflik Desa Wadas dalam Kacamata Ekofeminisme

15 Februari 2022   05:36 Diperbarui: 16 Februari 2022   03:46 2675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wadas, sebuah desa di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, beberapa hari ini ramai diperbincangkan di berbagai media. 

Penyebabnya adalah warga desa menolak aktivitas penambangan batu andesit dengan alasan dapat mengancam keberadaan mata air di wilayah tersebut.

Penolakan ini ditandai dengan serangkaian aksi protes yang berujung bentrokan dengan aparat bersenjata lengkap. Puluhan warga ditangkap dan digelandang ke Polres Purworejo pada Selasa, 8 Februari 2022 lalu.

Konflik antara warga Desa Wadas dengan aparat bermula dari rencana proyek Bendungan Bener yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk kepentingan penyediaan pasokan air bagi Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Proyek tersebut memerlukan pasokan batu andesit sebagai material pembangunan sehingga pemerintah mengambil kebutuhan akan batu andesit dari Desa Wadas.

ilustrasi penolakan warga Desa Wadas atas penambangan batu andesit-diunduh dari arrahmah.com
ilustrasi penolakan warga Desa Wadas atas penambangan batu andesit-diunduh dari arrahmah.com

Catatan tentang Konflik Agraria di Indonesia

Konflik Desa Wadas merupakan salah satu dari sekian konflik agraria di Indonesia yang terus terulang dan belum juga terselesaikan.

Catatan Tahunan (Catahu) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2021 telah terjadi 207 letusan konflik agraria di 32 provinsi di Indonesia yang tersebar di 507 desa dan kota. Konflik ini melibatkan 198.895 kepala keluarga (KK) sebagai korban terdampak dengan luasan tanah konflik sebesar 500.062,58 hektar. 

peta sebaran konflik agraria di Indonesia selama 2021-tangkapan layar dari catahu KPA 2021
peta sebaran konflik agraria di Indonesia selama 2021-tangkapan layar dari catahu KPA 2021

Meskipun letusan konflik mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, terjadi kenaikan letusan konflik yang sangat signifikan di sektor pembangunan infrastruktur (73%) dan pertambangan (167%). Hal ini menandakan bahwa konflik agraria sering menyasar pemukiman warga, daerah padat penduduk dan daerah yang telah dikuasai, diusahakan (digarap) dan dikelola tanahnya oleh masyarakat.

Konflik agraria juga kerap diwarnai dengan tindak kekerasan dan kriminalisasi oleh aparat terhadap warga, di mana polisi menjadi pihak yang paling banyak melakukan kekerasan.

Korban konflik agraria sebagian besar adalah laki-laki (85%) dan sebesar 15% nya adalah perempuan. Bentuk kekerasan dan kriminalisasi yang mereka alami antara lain, seperti penahanan, penganiayaan, penembakan, dan tidak jarang menimbulkan korban jiwa.

diagram korban konflik agraria berdasarkan gender-tangkapan layar dari catahu KPA 2021
diagram korban konflik agraria berdasarkan gender-tangkapan layar dari catahu KPA 2021

Perempuan dalam Konflik Agraria

Perempuan dan anak-anak merupakan pihak rentan yang paling terdampak dari konflik agraria. 

Sayangnya, penetapan izin pembangunan di lahan milik masyarakat atau daerah padat penduduk, tidak mencantumkan kajian dampak terhadap perempuan dan anak-anak. 

Ketika terjadi bentrok, perempuan juga kerap mengalami kekerasan, baik fisik, verbal maupun seksual sehingga menimbulkan trauma.

Perlawanan atas aktivitas penambangan batu andesit oleh warga Desa Wadas tidak hanya dilakukan oleh laki-laki tetapi juga perempuan yang tergabung dalam organisasi bernama Wadon Wadas (wadon, dalam bahasa Jawa, artinya perempuan). 

Organisasi yang berdiri pada awal tahun 2021 ini berperan dalam memperkuat perlawanan masyarakat Wadas yang sebelumnya telah mendirikan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa, organisasi utama) dan Kawula Muda Desa Wadas (Kamu Dewa, organisasi pemuda). 

Ketiga organisasi tersebut ibarat trisula, di mana Wadon Wadas menjadi ujung tombak utama. Para perempuan itulah yang berada di barisan terdepan saat menghadang ratusan polisi yang masuk ke Desa Wadas untuk mengawal tim sosialisasi pengukuran tanah lokasi tambang quarry.

Perlawanan perempuan, sebagaimana yang dilakukan oleh Wadon Wadas, menandakan bahwa perempuan bisa tampil dan terlibat bersama laki-laki dalam keputusan sosial, ekonomi dan politik yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Dalam kajian teori ekofeminisme, perempuan digambarkan memiliki hubungan erat dengan alam bahkan diibaratkan sebagai alam itu sendiri.

Hubungan yang erat itu tergambar melalui kesamaan antara keduanya, di mana peran gender perempuan adalah sebagai pemelihara rumah tangga. Sementara alam dengan segala sumber daya yang terkandung di dalamnya adalah pemelihara sekaligus penunjang kehidupan dan ekosistem di sekitarnya. Itu sebabnya alam sering disebut sebagai "ibu bumi". 

Dengan demikian, kerusakan alam juga dapat mengganggu fungsi pemeliharaan perempuan dalam rumah tangga.

Penambangan batu andesit di Desa Wadas berpotensi menyebabkan para perempuan tidak bisa memanfaatkan kekayaan alam untuk memenuhi kebutuhannya karena alam telah dirusak. 

Mereka terancam tidak lagi bisa membuat gula merah, besek, menyadap karet, kehilangan sumber air bersih, buah kemukus untuk obat setelah melahirkan dan sebagainya. 

Hal ini tentu dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pertanian dan mengganggu ketahanan ekonomi rumah tangga mereka. Pengelolaan keuangan rumah tangga juga menjadi lebih sulit karena menurunnya pendapatan.

Kekayaan alam ditambah dengan pengetahuan lokal (local wisdom) para perempuan Desa Wadas membuat mereka tidak perlu pergi jauh meninggalkan keluarga untuk mencari nafkah. Dengan mengelola sumber daya yang ada, mereka sudah bisa hidup mandiri dan sejahtera secara ekonomi di desa tersebut.

Riset yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyebutkan bahwa rata-rata hasil pertanian yang diperoleh oleh warga Desa Wadas bisa mencapai Rp 4 juta-Rp 5 juta per bulan. Angka ini jauh di atas UMK Kabupaten Purworejo yang hanya Rp 1.905.400.

Penutup

Perlawanan perempuan Desa Wadas atas penambangan batu andesit di wilayah tersebut menunjukkan bahwa peran perempuan tidak terbatas hanya di ranah domestik. 

Pengalaman dan pengetahuan yang bersumber dari interaksi mereka dengan alam sekitar, menjelma menjadi narasi-narasi perlawanan ketika alam yang telah memberikan mereka berbagai kebaikan dirusak oleh pihak lain.

Rusaknya alam akan berdampak pada hilangnya mata pencaharian warga dan berpotensi mengganggu ketahanan ekonomi rumah tangga mereka.

Keresahan yang mereka suarakan bukan hanya penolakan atau ketidaksetujuan atas aktivitas penambangan di desanya, melainkan sebuah pesan bahwa manusia seharusnya mampu hidup berdampingan dengan alam. 

Ketika seseorang memperlakukan alam sebagai objek, yang terjadi adalah eksploitasi tanpa mempertimbangkan dampak sosial, budaya, ekonomi, dan ekologi.

Di sinilah satu lagi kesamaan antara alam dengan perempuan, yaitu sama-sama menjadi pihak yang kerap tertindas oleh dominasi dan ketimpangan relasi kuasa. Jika perempuan mengalami penindasan oleh patriarki, alam, dalam hal ini alam Desa Wadas, tertindas oleh oligarki.

Referensi : 1, 2, 3

Catatan :

Ekofeminisme adalah sistem nilai, gerakan sosial dan praktik yang menawarkan analisis politik tentang hubungan antara androsentrisme dan kerusakan lingkungan. Teori ini lahir dari kesadaran bahwa ada hubungan kekuasaan yang tidak adil dan relasi dominasi dalam wacana lingkungan hidup dan perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun