Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

WFO, "The Great Resignation" dan Dilema Perempuan Pekerja

12 November 2021   15:25 Diperbarui: 23 Maret 2022   02:32 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah level PPKM di tiap daerah diturunkan, pemerintah mulai melonggarkan berbagai aktivitas masyarakat. Para pekerja yang sebelumnya harus WFH, kini sudah bisa WFO kembali. Ada yang full WFO dan ada pula yang hybrid work.

Tidak sedikit yang menyambut kebijakan WFO ini dengan antusias. Alasannya karena lebih produktif ketika WFO dan bisa bertemu dengan teman-teman.

Sayangnya, tidak semua orang nyaman dan senang dengan kebijakan full WFO. Salah satu respon atas ketidaknyamanan itu adalah keputusan pekerja untuk resign atau mengundurkan diri dari pekerjaan.

Di Amerika Serikat (AS), peristiwa karyawan yang resign dari pekerjaannya terjadi secara masif sehingga disebut dengan the Great Resignation atau the Big Quit. Dalam bahasa Indonesia, kita sebut saja dengan pengunduran diri berjamaah.

Departemen Ketenagakerjaan AS mencatat sebanyak 4,3 juta pekerja atau sekitar 2,9% dari total tenaga kerja nasional mengundurkan diri dari pekerjaannya pada Agustus 2021 lalu.

Sektor jasa boga dan retail menjadi sektor industri dengan tingkat karyawan resign tertinggi dibandingkan sektor lain.

Sektor kesehatan pun tidak luput dari masalah yang sama. Penyebabnya adalah beban kerja yang bertambah selama masa pandemi sehingga banyak tenaga medis mengalami burnout. Kondisi burnout yang berlarut-larut dapat mengganggu kesehatan fisik bahkan mental tenaga medis sendiri.

Pengunduran diri berjamaah di AS disebabkan oleh beberapa hal, seperti jam kerja yang terlalu panjang, beban kerja yang bertambah namun tidak diimbangi dengan kenaikan gaji dan lingkungan kerja yang buruk. Fenomena ini juga terjadi karena efek pandemi Covid-19 sehingga membuat orang kembali berpikir ulang tentang prioritas hidupnya.

Survei bulanan Harvard Business Review, Sabtu (25/9/2021), menunjukkan 80% masyarakat AS ingin bekerja dari rumah setidaknya sehari dalam seminggu. Hasil ini berkorelasi positif dengan survei sebelumnya, yaitu bulan Juni-Juli, di mana sebanyak lebih dari 40% karyawan AS akan resign jika diminta kembali bekerja di kantor penuh waktu.

Survei juga menunjukkan bahwa orang kulit berwarna dan perempuan berpendidikan tinggi yang memiliki anak kecil diprediksi akan menjadi kelompok yang mengajukan resign terlebih dulu bila kebijakan full WFO kembali diberlakukan.

Mungkinkah Pengunduran Diri Berjamaah Terjadi Di Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun