Sebenarnya akar masalah mengapa petani susah sejahtera adalah kebijakan pemerintah sendiri yang tidak melindungi petani.
Pemerintah ingin produktivitas pertanian meningkat. Namun lahan pertanian semakin tergerus dan beralih fungsi menjadi kawasan industri dan perumahan. Hasil sensus pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kurun 10 tahun terakhir menunjukkan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian mencapai 129 ribu hektar per tahun di seluruh wilayah di Indonesia.
Selain itu, kebijakan impor pangan, monopoli penyediaan benih dan pupuk serta permainan harga di pasaran cenderung merugikan petani. Produk-produk pertanian yang dihargai rendah tidak dapat menutup biaya produksi yang tinggi.
Ketiga, kurangnya pemahaman mengenai profesi petani
Tak kenal maka tak sayang. Begitulah ungkapan yang tepat bagi mereka yang masih memandang profesi petani sebelah mata.
Kalau selama ini kamu adalah orang yang masih menganggap bahwa bekerja sebagai petani tidak lebih keren daripada orang kantoran, mulai sekarang ubah sedikit persepsimu
Kalau selama ini kamu tahunya petani hanya bercocok tanam di sawah atau ladang, setelah membaca artikel ini, saya harap pemikiranmu sedikit terbuka.
Sekarang ini bertani tidak hanya dilakukan secara konvensional di sawah atau ladang. Bertani bisa dilakukan secara modern di lahan yang tidak terlalu luas, dengan metode hidroponik, aeroponik, dan sebagainya. Tidak hanya tanaman sayur dan buah yang bisa ditanam dengan cara ini tapi juga beberapa jenis padi.
Ada juga konsep urban farming yang mencoba menghadirkan pertanian di perkotaan. Cara ini telah diterapkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Contohnya yang dilakukan oleh pengurus Masjid Jami Baitussalam, Taman Sari, Jakarta, yang menyulap atap masjid menjadi area bercocok tanam berbagai jenis sayuran.
Pertanian modern tidak hanya fokus pada kegiatan bercocok tanam tapi juga meliputi pemeliharan kesehatan tanaman pertanian, pengolahan hasil tani dan limbah pertanian, pemasaran, distribusi, manajemen keuangan dan sebagainya. Suatu hal yang nyaris tidak terjamah dalam pertanian tradisional.