Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perlukah Cancel Culture sebagai Sanksi Sosial?

13 September 2021   10:41 Diperbarui: 29 Maret 2022   01:12 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cancel culture | Gambar diunduh dari Shutterstock/Zenza Flarini via sehatq.com

Jika kita mau belajar memahami konteks dari suatu gerakan cancel culture, maka hal ini dapat menjadi alat untuk membangun kesadaran dan kepedulian akan suatu isu, misalnya pelecehan seksual, rasisme, intoleransi, kesehatan mental dan sebagainya.

Namun cancel culture juga bisa bernilai negatif ketika ia tidak lagi fokus pada objeknya. Perspektif kita dalam menilai sesuatu jadi sempit sehingga kita terlalu mudah menghakimi orang lain.

Katakanlah seorang musisi terkenal dengan jam terbang tinggi di dunia musik dan telah menelurkan banyak karya, akibat satu kesalahan yang membuat publik kecewa, ia akhirnya di-cancel. Setelah itu orang-orang jadi tidak mau lagi mendengarkan lagu-lagunya.

Tidak peduli sebagus apa karyanya, pokoknya kalau yang buat musisi itu, orang-orang langsung berkomentar pedas. Dan komentarnya pun bukan ditujukan atas karyanya melainkan pada pribadi orangnya.

Padahal karya dan kesalahan pribadi musisi tersebut adalah dua hal yang berbeda. Ia mungkin seorang yang problematik secara personal. Tapi dalam konteks menilai sebuah karya, kita harus memandangnya sebagai seorang musisi, bukan memandangnya sebagai pribadi yang problematik.

Ketika kita tidak bijaksana dan terlalu mudah percaya cerita orang, cancel culture bisa membuat kita terjebak pada mob mentality alias mentalitas ikut-ikutan menghakimi orang lain tanpa perlu mencari tahu kebenarannya.

Seperti yang pernah terjadi pada pesohor, Johnny Depp dan Amber Heard, di mana cancel culture bisa jadi blunder.

Amber Heard yang awalnya didukung karena dugaan pelecehan yang dilakukan oleh Johnny Depp, akhirnya mengakui kalau yang terjadi justru sebaliknya. Padahal publik sudah kadung marah-marah duluan pada Johnny Depp.

Perlukah Cancel Culture sebagai Sanksi Sosial?

perlukah cancel culture sebagai sanksi sosial | photo by cottonbro from pexels
perlukah cancel culture sebagai sanksi sosial | photo by cottonbro from pexels

Terlepas dari pro kontra, cancel culture bisa jadi semacam sanksi sosial yang diberikan pada seseorang yang melakukan tindakan ofensif atau kontroversial. Namun perlukah kita melakukan boikot pada mereka?

Menurut pemikiran ngawur saya, cancel culture ini abu-abu. Seperti halnya menyatakan apakah cancel culture ini baik atau buruk, soal perlu tidaknya cancel culture juga tidak bisa dinilai sehitam putih itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun