Dear, adik-adik calon mahasiswa baru (maba)...
Bagaimana kabar pengumuman SNMPTN nya?
Saya ucapkan selamat bagi adik-adik yang lolos atas kesuksesannya. Kalian pasti sudah bekerja keras untuk bisa sampai ke tahap ini.
Bagi adik-adik yang belum lolos, jangan putus asa. Masih ada SBMPTN dan ujian mandiri.
Gagal diterima di PTN? Jangan khawatir. Masih ada sekolah kedinasan, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) bahkan Universitas Terbuka. Banyak jalan menuju sukses.
Oiya, buat adik-adik yang lolos SNMPTN, apakah kalian cukup puas dengan pilihan jurusan yang kalian ambil? Atau malah sebaliknya. Kalian merasa terpaksa mengambil jurusan itu.Â
"Ya mau gimana lagi kak, daripada nggak kuliah"Â
Atau buat kalian yang sudah menyandang status mahasiswa, pernah nggak kalian merasa salah jurusan? Â
Kok bisa? Memangnya kemarin waktu daftar kuliah mikir apa sih sampai bisa salah jurusan segala?
Kalau kalian merasa demikian, tenang, kalian tidak sendiri. Saya juga sempat mengalami kegalauan ini saat dulu menjadi mahasiswa.
Ada beberapa alasan mengapa persoalan salah jurusan ini terjadi. Yang paling sering adalah karena faktor paksaan orangtua. Misalnya, si anak ingin kuliah di Fakultas Seni, tapi oleh orangtuanya dipaksa masuk Fakultas Ekonomi.
Kata orangtuanya biar kalau sudah lulus lebih gampang cari kerja. Karena kalau jadi seniman, orangtua takut masa depan si anak tidak terjamin.
Nah, karena takut juga kalau bakal dicap anak durhaka gara-gara nggak nurut apa kata orangtua, akhirnya sebagai anak ya manut saja. Walaupun hati meronta-ronta.
Ada juga yang merasa salah jurusan karena setelah menjalani perkuliahan ia merasa jurusan yang dipilih, dinilai tidak sesuai ekspektasi. Entah karena terkecoh oleh nama jurusannya atau kurang informasi mengenai jurusan yang dipilih.
Misalnya, ada calon maba yang ketika daftar kuliah mengambil jurusan manajemen karena ingin mengindari akuntansi. Ternyata ketika sudah masuk kuliah, eh, yang terjadi justru sebaliknya. Dia harus mengambil mata kuliah akuntansi sampai beberapa semester.Â
Salah seorang kakak tingkat saya, kuliah S2 Islamic Finance, saat dia tahu kalau masih harus belajar teori-teori ekonomi konvensional juga sempat merasa salah jurusan. Untungnya, beliau tidak menyerah sehingga bisa menyelesaikan studinya dengan lancar.
Jadi, apa yang harus kita lakukan jika merasa salah jurusan? Cabut di tengah jalan dan mengulang di tahun depan? Kuliah di dua jurusan sekaligus? Atau tetap bertahan sampai lulus?
Kalian bisa memilih yang mana kalian inginkan. Asalkan kalian siap dengan segala risiko dan konsekuensinya.
Kalau kalian memilih pilihan pertama, kalian harus mengulang lagi dari nol. Belajar lagi supaya bisa mendaftar ujian tulis di tahun depan. Sementara kuliah kalian sudah jalan satu semester, misal.Â
Pilihan kedua, kuliah di dua jurusan, yang satu adalah jurusan yang kalian minati dan satunya adalah jurusan yang kurang kalian minati. Konsekuensinya kurang lebih sama dengan pilihan pertama. Boros waktu, tenaga, pikiran dan biaya.
Tapi kalau kalian tetap ngotot ya silakan. Pilihan kalian adalah tanggung jawab kalian.
Namun, tetap bertahan sampai lulus pun ternyata tidak buruk-buruk amat.
Saya dulu pengen banget masuk Fakultas Kedokteran UGM. Alasan utamanya, karena waktu SMA saya dari jurusan IPA. Alasan kedua, karena di antara semua mata pelajaran jurusan, nilai biologi saya paling bagus. Ketiga, saya mantan anak OSN (Olimpiade Sains Nasional) biologi (walaupun nggak sampai jadi juara nasional).
Jadi, saya cukup percaya diri bisa keterima. Atau minimal bisa lah keterima di jurusan-jurusan yang lebih dominan ilmu biologinya. Songong banget kan?
Tapi nyatanya saya gagal. Akhirnya saya diterima di PTS. Di jurusan yang justru tidak pernah terpikirkan sebelumnya : akuntansi.
Apakah saya merasa salah jurusan? Jelas!
Pertama kali belajar akuntansi pengantar mau nangis rasanya. Nggak ngerti apa-apa. Istilahnya asing semua. Mana text book nya bahasa Inggris semua pula.
Apakah saya menyesal? Tidak juga.
Kenapa?Â
Karena saya menerapkan prinsip bahwa tidak ada yang sia-sia dari mempelajari suatu ilmu. Walaupun ilmu IPA saya ternyata tidak dipakai di perkuliahan, anggap saja apa yang sudah dipelajari sebagai tambahan kekayaan ilmu dan wawasan bagi diri saya.Â
Lalu, daripada kalian galau terus gara-gara merasa salah jurusan, mending alihkan kegalauan itu dengan mempelajari hal-hal yang kalian suka.
Misalnya, kalian suka desain grafis, tapi tidak direstui oleh orangtua masuk FSRD (Fakultas Seni Rupa dan Desain). Malah disuruh masuk jurusan lain yang tidak disenangi. Mau menolak, tapi takut dimarahi.
Ya sudah, tetap tekuni saja sembari kalian menjalankan kuliah. Siapa tahu di kemudian hari, minat dan keahlian itu bisa jadi alternatif profesi.
Kalian suka masak? Tidak harus banting setir pindah jurusan tata boga.Â
Kalian bisa kok tetap melatih skill memasak kalian secara otodidak. Mengambil kursus memasak juga tidak masalah kalau kalian punya cukup uang.
Kalian suka menulis dan ingin jadi penulis, tapi bukan anak jurusan bahasa atau sastra? Tidak masalah.
Kata siapa kalau mau jadi penulis harus lulusan bahasa atau sastra?
Kalau mau jadi penulis tuh ya sering-sering menulis lah. Ikut kelas menulis juga boleh. Gabung di Lembaga Pers Mahasiswa juga oke.
Kuliah itu berbeda dengan ketika kalian masih SMA. Kalian sudah dianggap dewasa. Jadi, kalian dituntut untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Belajarlah sebanyak-banyaknya, cari pengalaman dan kawan sebanyak-banyaknya. Belajar pun tidak hanya di kelas, tidak hanya tentang materi-materi kuliah. Kalian bisa belajar dari siapa, apa dan di mana saja.Â
Salah jurusan bukan berarti salah masa depan.Â
Akhirulkalam, selamat menjadi mahasiswa. Selamat belajar dan menikmati prosesnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H