Sejak 2014 lalu, kampanye sosial "Jogja Ora Didol" (Jogja Tidak Dijual) mulai disuarakan oleh beberapa anak muda di Yogyakarta.Â
Penggagasnya adalah Dodok Putra Bangsa, seorang aktivis gerakan sosial Warga Berdaya, sebuah gerakan sosial yang diinisiasi warga Yogyakarta untuk merespon maraknya pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.
Pada 6 Agustus 2014, Dodok sempat melakukan protes di depan salah satu hotel di Jalan Kusumanegara dengan cara mandi pasir. Warga Miliran, Kecamatan Umbulharjo ini mengaku bahwa selama tinggal di Yogyakarta, ia tidak pernah mengalami kekeringan meski pada musim kemarau sekali pun.
Oleh karena itu, ia menduga bahwa penyebab sumur-sumur warga sekitar menjadi kering akibat pembangunan hotel yang jaraknya tidak jauh dari pemukiman tempat tinggalnya.Â
Di Kota Yogyakarta, hotel adalah jenis properti yang paling diminati oleh investor. Investasi ini dinilai oleh investor memiliki prospek yang cerah karena Yogyakarta sebagai kota destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan setiap tahunnya.
Demi memperlancar aliran investasi, dibuatlah aturan perizinan yang memudahkan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Untuk hotel, waktunya bisa kurang dari 25 hari.
Seingat saya, waktu saya masih kecil, sekitar awal 2000-an, hotel belum sebanyak ini. Saya kurang ingat kapan persisnya pembangunan hotel mulai marak di Yogyakarta. Hampir setiap tahun ada saja hotel baru dibuka.Â
Di Provinsi DIY, pembangunan gedung-gedung bertingkat memang lebih banyak terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Tidak hanya berlaku untuk hotel tapi juga apartemen dan mal.
Alih-alih menyejahterakan masyarakat sekitar, pembangunan hotel-hotel tersebut malah lebih banyak menimbulkan masalah.