Berbicara tentang perempuan, tentu tidak dapat dipisahkan dari kodrat, sifat, peran bahkan persepsi serta stigma yang dilekatkan padanya.Â
Manusia, sebelum menapaki alam dunia, pernah tinggal di dalam rahim seorang perempuan selama sembilan bulan sepuluh hari sebelum ia dilahirkan.Â
Kemudian ia akan disusui dan dibesarkan dengan kasih sayang serta didikan yang baik oleh seorang perempuan.Â
Dari hal ini saja kita harusnya sepakat bahwa perempuan--pada dasarnya--memang diciptakan sebagai makhluk yang kuat dan tangguh. Terlepas dari olok-olok yang menyindir perempuan tidak bisa mengangkat galon.Â
Saya perempuan. Saya selalu kagum akan ketangguhan seorang perempuan. Yang dengan ketangguhannya, ia mampu membuat dirinya berdikari dan berdaya. Yang dengan ketangguhannya, ia mampu menebarkan kebaikan pada orang-orang di sekitarnya.Â
Kita dapat melihatnya dalam beragam wujud. Dan mereka layak atas penghormatan serta apresiasi yang tinggi untuk hal tersebut.Â
Saya seorang muslimah. Saya selalu kagum dengan sosok-sosok ummul mu'minin (ibu kaum mukmin).Â
Sebut saja, Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Rasulullah Saw, yang terkenal dengan keuletan dan kepiawaiannya dalam berdagang. Beliau bahkan memiliki banyak karyawan yang bekerja padanya dan mampu menjual barang dagangannya hingga ke luar Jazirah Arab pada masa itu.Â
Aisyah binti Abu Bakar yang terkenal dengan kecerdasannya. Sampai-sampai dikatakan bahwa beliau termasuk salah satu tokoh yang banyak meriwayatkan hadits. Beliau juga beberapa kali mengkritisi hadits-hadits yang terindikasi misoginis.Â
Di Indonesia, kita memiliki sosok Kartini, sang pahlawan emansipasi. Sosok perempuan tangguh yang memperjuangkan hak dan kesetaraan bagi perempuan untuk bisa berpendidikan tinggi. Suatu hal yang pada masa itu dinilai melanggar tradisi.Â
Kita juga dapat belajar tentang ketangguhan perempuan dari seorang gadis remaja asal Swedia bernama Greta Thunberg yang dengan berani berdemonstrasi di depan gedung parlemen Swedia pada Agustus 2018 silam, menuntut anggota parlemen menetapkan aturan baru terkait perubahan iklim.Â
Aksinya menjadi sorotan dan menginspirasi banyak remaja di berbagai belahan dunia. Dilansir dari BBC, sebanyak 1,6 juta siswa dari 125 negara menggelar aksi serupa.Â
Di usianya yang masih belia, ia telah sukses mencatatkan namanya dalam daftar The World's 100 Most Powerful Women versi Majalah Forbes dan 100 Most Influential People versi Majalah Time.Â
Saya juga kagum sekaligus respek pada perempuan-perempuan tangguh di keluarga saya.Â
Rasa hormat yang tinggi saya haturkan kepada ibu saya--seorang Ibu Rumah Tangga multitalenta dan multiperan--guru pertama yang mengajarkan pada saya dan adik-adik tentang kasih sayang, ketulusan, keikhlasan, kesabaran, kemandirian dan empati pada sesama. Seseorang yang mengajarkan dan mendidik anak-anaknya dengan contoh nyata. Bukan sekadar menyuruh saja.Â
Nenek saya, baik itu dari pihak ibu maupun ayah, juga tidak kalah hebat. Di usia yang sudah senja, mereka masih aktif berorganisasi.Â
Bahkan nenek dari pihak ibu, sampai tua pun masih bekerja sebagai penjahit. Walaupun sekarang tidak lagi karena penglihatan yang mulai tidak awas. Maklum, usia sudah 80-an.Â
Jika ada yang masih suka sinis, menganggap bahwa wanita karir adalah perempuan egois karena seolah lebih mementingkan pencapaian pribadi dibanding mengurus rumah tangga. Jika ada yang beranggapan bahwa pernikahan adalah penghalang bagi perempuan untuk meraih cita-citanya, maka tante saya (adik ayah) adalah salah satu dari sekian banyak perempuan yang mematahkan stigma tersebut.Â
Karena nyatanya beliau masih bisa meraih mimpinya untuk kuliah S2 di luar negeri, menjadi wanita karir yang cemerlang sekaligus mampu menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak laki-laki semata wayangnya.Â
Saya bersyukur karena Tuhan selalu mempertemukan saya dengan orang-orang baik sehingga saya selalu merasa terinspirasi dan termotivasi.Â
Saya beruntung memiliki sahabat-sahabat perempuan dengan beragam latar belakang dan keunikan. Mereka adalah perempuan-perempuan kuat, independen dan open minded yang selalu menyemangati dan memotivasi saya bahkan saat saya rasanya ingin menyerah.Â
Dan saya juga tidak akan lupa betapa sahabat-sahabat literasi di Kompasiana telah menginspirasi serta memotivasi saya untuk tetap menulis hingga hari ini.Â
Dari membaca dan berinteraksi dengan mereka, saya mendapat pelajaran berharga bahwa menulis bukan hanya aktivitas merangkai kata melainkan juga tentang bagaimana memberi "nyawa" dan makna sehingga pesan atau pelajaran yang terdapat dalam tulisan bisa tersampaikan pada pembaca.Â
Sosok perempuan tangguh sebenarnya bisa ditemukan di mana saja. Di keluarga kita, di lingkungan kerja atau sekolah, di masyarakat sekitar bahkan di dalam diri kita.Â
Kita hanya perlu membangun kepercayaan diri dan keberanian untuk menerima kekuatan dan kelemahan kita. Memiliki pemahaman yang baik mengenai diri kita adalah modal awal untuk menjadi perempuan tangguh. Karena dengan begitu, kita dapat mendefinisikan siapa kita dan kemauan-kemauan kita secara jelas dan tegas, sehingga kita mampu mengambil keputusan hidup dengan bijak, tanpa harus terpengaruh apa kata orang.Â
Pada peringatan Hari Perempuan Sedunia tahun ini, saya berharap agar lebih banyak perempuan yang berani "bersuara" Â karena tidak sepantasnya budaya patriarki dilanggengkan walaupun muskil untuk dimusnahkan.Â
Saya juga berharap, kita sebagai perempuan ikut membangun support system yang solid agar setiap perempuan dapat mengembangkan potensinya. Karena siapa lagi yang lebih memahami masalah-masalah yang dihadapi perempuan kalau bukan sesama perempuan sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H