Harus selalu ranking 1 di sekolah, harus bisa semua mata pelajaran, harus ikut beragam les, dan ketika ada salah satu atau dua yang gagal dicapai oleh si anak, orangtua langsung menyalahkan dan mengkritik berlebihan. Seolah-olah kesalahan dan kegagalan adalah dosa besar.Â
Hal ini dapat menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang perfeksionis di kemudian hari.Â
3. Mengalami masalah kesehatan mental, seperti gangguan kecemasan atau gangguan obsesif kompulsif (OCD)Â
Meskipun terdapat korelasi antara OCD dengan perfeksionisme, namun orang yang perfeksionis belum tentu penderita OCD, begitu pula sebaliknya.Â
Perbedaan antara pengidap OCD dengan orang yang perfeksionis adalah pengidap OCD suka mengecek sesuatu berulang-ulang, menempatkan atau mengatur barang sesuai urutan tertentu untuk mengurangi kecemasan. Namun, tindakan yang mereka lakukan ini kadang tidak berhubungan dengan ketakutan atau kecemasan yang mereka coba atasi.Â
Sementara orang yang perfeksionis kemungkinan juga melakukan hal yang sama namun mereka melakukannya bukan karena kecemasan. Orang yang perfeksionis justru merasa puas dan bangga karena dapat melakukannya dengan rutin dan teratur.Â
Apakah Perfeksionisme Itu Buruk?
Kalau Anda baca dari paragraf awal, perfeksionisme terlihat buruk dan membahayakan. Benarkah menjadi perfeksionis seburuk itu?Â
Pada dasarnya, perfeksionisme dibagi menjadi dua tipe, yaitu perfeksionisme adaptif dan perfeksionisme maladaptif.Â
Perfeksionisme adaptif merupakan jenis perfeksionisme yang sehat dan terarah. Mereka memiliki standar yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain, namun masih bisa mentolerir kesalahan dan kegagalan.Â