Faktor-faktor Munculnya Generasi Sandwich di Indonesia
Fenomena ini merupakan hal yang lumrah terjadi di Indonesia karena berbagai faktor berikut.
1. Nilai kekeluargaanÂ
Di Indonesia yang masih memegang teguh nilai-nilai ketimuran dan nilai-nilai kekeluargaan, anak yang telah dewasa dan bekerja dianggap sudah sepantasnya membiayai hidup orang tuanya. Walaupun berat, tapi tetap harus dilakukan atau ia akan dicap sebagai anak durhaka.Â
2. Tuntutan sosialÂ
Ketika anak sudah dewasa, lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan, orang tua biasanya akan menyuruh anaknya untuk segera menikah tanpa memperhatikan apakah sang anak sudah siap secara mental dan finansial untuk berumah tangga. Jika tidak, biasanya bakal jadi bahan gunjingan dan nyinyiran tetangga bahkan keluarga besar. Bukan bermaksud apa-apa, tapi kebutuhan hidup sekarang makin mahal.Â
3. Kurangnya pemahaman tentang literasi finansialÂ
Kurangnya pemahaman tentang literasi finansial menyebabkan orang tidak mempersiapkan dana pensiun dengan baik sehingga hanya menggantungkan hidup pada anak. Seolah-olah anak adalah investasi hari tua paling ampuh.Â
Perempuan Generasi Sandwich Lebih Rentan Mengalami Stres
Walaupun generasi sandwich bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan, namun perempuan menanggung tekanan dan tuntutan sosial yang lebih berat. Laki-laki telah dinilai bertanggung jawab ketika mereka bisa memberi nafkah, baik kepada istri, anak, orang tua bahkan adik-adiknya (jika ia punya adik yang masih sekolah, misalnya). Sebatas itu saja sudah cukup.Â
Sementara perempuan, selain ia harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, ia masih dibebani tugas mengerjakan pekerjaan rumah (memasak, bersih-bersih, mencuci dan sebagainya), mengurus suami (jika ada), mengasuh anak dan orang tua. Jika salah satu saja dari hal-hal tersebut gagal dipenuhi, orang-orang akan menganggapnya sebagai perempuan gagal.Â