Awalnya dia berkenalan dengan seorang laki-laki lewat aplikasi kencan online. Kemudian perkenalan mereka berlanjut hingga saling bertukar nomor WhatsApp dan pertemuan tatap muka.Â
Kepada teman saya, si laki-laki ini mengaku kalau dia lulusan S1 salah satu universitas negeri terkenal di Yogyakarta dan pernah mengenyam pendidikan S2 di Inggris, ayahnya seorang direktur perusahaan multinasional dan ibunya dokter spesialis kandungan.Â
Pokoknya kalau dari bualan ceritanya sih, dia ini laki-laki mapan dan turunan orang kaya lagi terpandang.Â
Teman saya itu percaya saja. Tapi, kami, teman-temannya malah merasa was-was dan curiga. Berulang kali kami mengingatkannya untuk jangan mudah percaya. Namun dia malah membela laki-laki itu. Sungguh, dia telah dibutakan oleh cinta.Â
Dan ternyata kecurigaan kami terbukti. Laki-laki ini tidak lain hanyalah seorang penipu yang memanfaatkan kepolosan teman saya.Â
Dia menghamili teman saya namun tidak mau bertanggung jawab dan menghilang begitu saja. Nomor kontaknya pun sudah tidak bisa dihubungi lagi. Padahal sebelumnya dia pernah berjanji akan menikahi teman saya.Â
Hati-Hati Dengan Predator SeksualÂ
Survei yang dilakukan oleh Jajak Pendapat Aplikasi (Jakpat) pada 2017 lalu terhadap 512 responden berusia 16-45 tahun menunjukkan sebanyak 12,52% pengguna aplikasi kencan online mengalami pelecehan seksual secara verbal dan visual saat mengakses Tinder.Â
Mereka yang dilecehkan rata-rata dirayu, diminta untuk mengirimkan foto tanpa busana, ajakan tidur bersama atau berhubungan seksual dan diteror dengan dikirimi gambar-gambar vulgar disertai kata-kata bernada seksual.Â
Pelecehan pun tidak hanya menyasar korban perempuan. Seperti halnya yang diungkapkan dalam penelitian Pew Research Center tahun 2013 di Amerika Serikat terhadap 2.252 pengguna aplikasi kencan online berusia 18 tahun keatas.Â