Teknologi telah banyak mempermudah pekerjaan manusia dan mengubah cara orang berinteraksi, termasuk dalam hal mencari jodoh. Jika dulu ada kolom biro jodoh di koran-koran, kini orang dapat mencari jodoh lewat dating apps atau aplikasi kencan online.Â
Selama pandemi Covid-19 ini, pengguna (users) dan penggunaan aplikasi kencan online meningkat cukup tajam dibandingkan sebelum pandemi.Â
Situs dating.com, melaporkan jumlah pertemuan untuk berkencan melalui aplikasinya meningkat sebanyak 82% sejak awal Maret lalu. Lalu, Bumble mencatatkan peningkatan jumlah pesan yang dikirim sebanayak 26%.Â
Hal serupa juga terjadi pada Inner Circle, dimana peningkatan jumlah pesan yang dikirim mencapai 116%. Sementara Tinder, sebagai aplikasi kencan online paling populer di dunia, menyebutkan ada peningkatan intensitas percakapan sebanyak 30%.Â
Bahkan kabar terbaru menyebutkan bahwa Facebook akan melakukan uji coba internal fitur kencan online. Menurut Jane Manchun Wong,seorang peneliti seluler, fitur kencan online Facebook dinilai menampilkan image yang lebih dewasa dan serius dibandingkan Tinder.Â
Ia juga menilai peluncuran fitur ini lebih ditujukan untuk mencari pasangan yang serius dibandingkan hanya untuk kencan semalam (one night stand).Â
Risiko Mencari jodoh Lewat Aplikasi Kencan Online
Seseorang yang kita kenal lewat aplikasi kencan online adalah orang yang tidak kita kenal sebelumnya sehingga informasi tentangnya bisa dibilang cukup minim.Â
Kita tidak benar-benar tahu apakah ia orang baik-baik atau sebaliknya karena di internet anonimitas itu sangat mungkin dan sering terjadi. Orang-orang bisa dengan mudah dan tanpa rasa bersalah memalsukan identitas aslinya, dengan menggunakan nama ID yang bukan nama aslinya dan foto profil yang bukan foto dirinya.Â
Apabila kita tidak berhati-hati, kita bisa saja dimanipulasi oleh orang tersebut. Seperti yang pernah terjadi pada salah satu teman saya beberapa tahun silam.Â
Awalnya dia berkenalan dengan seorang laki-laki lewat aplikasi kencan online. Kemudian perkenalan mereka berlanjut hingga saling bertukar nomor WhatsApp dan pertemuan tatap muka.Â
Kepada teman saya, si laki-laki ini mengaku kalau dia lulusan S1 salah satu universitas negeri terkenal di Yogyakarta dan pernah mengenyam pendidikan S2 di Inggris, ayahnya seorang direktur perusahaan multinasional dan ibunya dokter spesialis kandungan.Â
Pokoknya kalau dari bualan ceritanya sih, dia ini laki-laki mapan dan turunan orang kaya lagi terpandang.Â
Teman saya itu percaya saja. Tapi, kami, teman-temannya malah merasa was-was dan curiga. Berulang kali kami mengingatkannya untuk jangan mudah percaya. Namun dia malah membela laki-laki itu. Sungguh, dia telah dibutakan oleh cinta.Â
Dan ternyata kecurigaan kami terbukti. Laki-laki ini tidak lain hanyalah seorang penipu yang memanfaatkan kepolosan teman saya.Â
Dia menghamili teman saya namun tidak mau bertanggung jawab dan menghilang begitu saja. Nomor kontaknya pun sudah tidak bisa dihubungi lagi. Padahal sebelumnya dia pernah berjanji akan menikahi teman saya.Â
Hati-Hati Dengan Predator SeksualÂ
Survei yang dilakukan oleh Jajak Pendapat Aplikasi (Jakpat) pada 2017 lalu terhadap 512 responden berusia 16-45 tahun menunjukkan sebanyak 12,52% pengguna aplikasi kencan online mengalami pelecehan seksual secara verbal dan visual saat mengakses Tinder.Â
Mereka yang dilecehkan rata-rata dirayu, diminta untuk mengirimkan foto tanpa busana, ajakan tidur bersama atau berhubungan seksual dan diteror dengan dikirimi gambar-gambar vulgar disertai kata-kata bernada seksual.Â
Pelecehan pun tidak hanya menyasar korban perempuan. Seperti halnya yang diungkapkan dalam penelitian Pew Research Center tahun 2013 di Amerika Serikat terhadap 2.252 pengguna aplikasi kencan online berusia 18 tahun keatas.Â
Hasilnya adalah sebanyak 42% perempuan pernah mengalami pelecehan sedangkan persentase laki-laki yang mengalami pelecehan sebanyak 17%.Â
Namun, masalah pelecehan ini masih dianggap berada dalam wilayah remang-remang atau abu-abu. Karena suatu perbuatan akan dianggap sebagai pelecehan apabila menimbulkan perasaan tidak nyaman, tersinggung dan direndahkan pada diri seseorang.Â
Apabila yang bersangkutan justru merasa senang dan malah menanggapi rayuan bernada seksual tersebut, bisa dianggap tidak terjadi pelecehan.Â
Kasus teman saya di atas contohnya. Bisa jadi itu tidak dianggap pelecehan karena teman saya mau saja diajak berhubungan badan di luar nikah. Artinya, ia melakukannya secara sadar dan tidak merasa terpaksa. Perkara setelah itu si laki-laki teman kencannya tidak bertanggung jawab, itu lain soal.Â
Amankah Mencari Pasangan Lewat Aplikasi Kencan Online?Â
Saya tidak bisa memberi jaminan mengenai keamanan mencari pasangan lewat aplikasi kencan online. Namun saya tidak melarang kalau Anda, para jomlo ada yang ingin menempuh cara ini. Namanya juga usaha, apa salahnya kalau memang mau dicoba.Â
Hanya saja, Anda perlu ekstra hati-hati. Jangan terlalu mudah percaya sampai Anda benar-benar mengetahui latar belakang dan rekam jejaknya. Lalu, jangan sembarangan memberikan informasi pribadi Anda sampai Anda yakin benar bahwa orang tersebut memang orang baik.Â
Jika ia mengajak kopdar, Anda bisa kabari teman atau keluarga dengan memberitahu lokasi Anda (shareloc) untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan terburuk (walaupun ini sangat tidak diharapkan).Â
Referensi :Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H