1. Kecaman atas perburuan hewan liar dan pembakaran hutan untuk mengingatkan masyarakat agar lebih peduli dan menjaga keseimbangan alam
2. Membela dan melindungi hak cipta
Mengambil gambar dari internet untuk dijadikan ilustrasi artikel-artikel Anda di Kompasiana ada aturan mainnya. Anda tidak bisa asal comot tanpa menyertakan sumber yang jelas. Salah-salah Anda bisa dituntut membayar sejumlah uang kalau si empunya tidak terima hasil karyanya dicomot sembarangan tanpa menyertakan credit.Â
Begitu juga ketika Anda mengutip pendapat atau pemikiran orang lain yang diambil dari buku, koran, jurnal dan sebagainya. Sumbernya harus jelas dan perhatikan aturan dalam membuat kutipan. Jangan menjiplak persis secara keseluruhan sampai titik komanya juga.Â
Ingat, sekali Anda terjebak dalam dosa plagiarisme, reputasi Anda bisa rusak dalam sekejap.Â
3. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan masalah-masalah sosial, seperti pelecehan seksual, rasisme, perundungan, ketidaksetaraan gender, intoleransi dan sebagainya.Â
Shaming bisa dikatakan konstruktif jika bermuatan kritik. Namun shaming yang menjatuhkan martabat seseorang adalah shaming yang destruktif.
Misalnya, sekitar 2017 lalu, viral sebuah video perisakan yang dilakukan terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus di Universitas Gunadarma. Pelaku perisakan yang terdiri dari tiga orang itu akhirnya telah menerima sanksi dari kampus berupa skorsing selama 12 bulan dan permintaan maaf kepada publik. Sampai sini, shaming dikatakan konstruktif dan bisa diterima sebagai sanksi sosial.Â
Namun, beberapa warganet yang merasa tidak puas, membongkar informasi pribadi dan media sosial si pelaku sehingga mendorong terjadinya perisakan yang lebih jauh. Di titik inilah shaming berubah menjadi destruktif dan fungsinya sebagai sanksi sosial perlu dipertanyakan.Â
Cara Agar Terhindar Dari Risiko Online Shaming