Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejauh Manakah Online Shaming Bisa Diterima Sebagai Sanksi Sosial?

4 Oktober 2020   14:14 Diperbarui: 5 Oktober 2020   12:54 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi online shaming-gov.il

1. Kecaman atas perburuan hewan liar dan pembakaran hutan untuk mengingatkan masyarakat agar lebih peduli dan menjaga keseimbangan alam

2. Membela dan melindungi hak cipta

Mengambil gambar dari internet untuk dijadikan ilustrasi artikel-artikel Anda di Kompasiana ada aturan mainnya. Anda tidak bisa asal comot tanpa menyertakan sumber yang jelas. Salah-salah Anda bisa dituntut membayar sejumlah uang kalau si empunya tidak terima hasil karyanya dicomot sembarangan tanpa menyertakan credit. 

Begitu juga ketika Anda mengutip pendapat atau pemikiran orang lain yang diambil dari buku, koran, jurnal dan sebagainya. Sumbernya harus jelas dan perhatikan aturan dalam membuat kutipan. Jangan menjiplak persis secara keseluruhan sampai titik komanya juga. 

Ingat, sekali Anda terjebak dalam dosa plagiarisme, reputasi Anda bisa rusak dalam sekejap. 

3. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan masalah-masalah sosial, seperti pelecehan seksual, rasisme, perundungan, ketidaksetaraan gender, intoleransi dan sebagainya. 

Shaming bisa dikatakan konstruktif jika bermuatan kritik. Namun shaming yang menjatuhkan martabat seseorang adalah shaming yang destruktif.

Misalnya, sekitar 2017 lalu, viral sebuah video perisakan yang dilakukan terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus di Universitas Gunadarma. Pelaku perisakan yang terdiri dari tiga orang itu akhirnya telah menerima sanksi dari kampus berupa skorsing selama 12 bulan dan permintaan maaf kepada publik. Sampai sini, shaming dikatakan konstruktif dan bisa diterima sebagai sanksi sosial. 

Namun, beberapa warganet yang merasa tidak puas, membongkar informasi pribadi dan media sosial si pelaku sehingga mendorong terjadinya perisakan yang lebih jauh. Di titik inilah shaming berubah menjadi destruktif dan fungsinya sebagai sanksi sosial perlu dipertanyakan. 

Cara Agar Terhindar Dari Risiko Online Shaming

ilustrasi menjaga privasi-securitymagazine.com
ilustrasi menjaga privasi-securitymagazine.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun