Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar dari Kasus Sulli, Jadilah Pendengar yang Baik

17 Oktober 2019   06:00 Diperbarui: 17 Oktober 2019   07:25 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sering kali terlalu cepat menyimpulkan sesuatu hanya dengan melihat permukaannya saja. Kita sering kali terlalu mudah menghakimi hidup seseorang. 

Setiap orang punya masalah hidupnya masing-masing. Cara menghadapinya pun juga beda-beda. Begitu pula dengan ketahanan dan kekuatan masing-masing orang dalam menghadapi permasalahan.

Masalah "A", misalnya, bagi saya mungkin bukan masalah berat. Tapi bagi orang lain belum tentu seperti itu. Masalah "B",misalnya, bagi Anda mungkin bukan masalah berat. Tapi bagi saya itu bikin stres. 

Orang yang mengalami depresi sering merasa kesepian dan tidak dipahami oleh orang-orang disekitarnya. Mereka bisa saja tampak bahagia di luar. Namun kita tidak tahu apakah senyumnya itu memang senyum kebahagiaan atau senyum palsu untuk menutupi luka-luka batinnya. 

Orang yang mengalami depresi kadang tidak butuh nasihat atau kata-kata mutiara. Kadang mereka hanya butuh didengar dan dipahami, terutama oleh orang-orang rerdekatnya. Mereka butuh seseorang yang mau mendengarkan apa yang mereka rasakan tanpa harus takut akan dihakimi atau disalahkan. 

Mendengar dengan Hati

"Being a good listener is harder than being a good speaker"

Begitu banyak materi-materi yang mengajarkan kita untuk menjadi pembicara yang baik. Namun kita sering lupa bahwa menjadi pendengar yang baik juga tak kalah penting. Padahal Tuhan menciptakan kita dengan 2 telinga dan 1 mulut. Bukan sebaliknya.

Bukankah itu berarti bahwa Tuhan ingin agar kita lebih banyak mendengar dibanding bicara?

Seorang pendengar yang baik tidak hanya mendengar dengan telinga, tapi juga dengan hati. Mendengar dengan hati itu butuh kesabaran dan empati. Orang yang mampu mendengar dengan hati, pasti bisa memahami dengan baik apa yang dirasakan oleh orang lain sehingga tidak akan menghakimi atau menyalahkan secara sembarangan. 

Seorang pendengar yang baik, ketika ingin memberi tanggapan atau saran pun akan menyampaikannya dengan hati-hati karena mereka paham bahwa orang yang mengalami masalah kesehatan mental itu sedang dalam kondisi yang rapuh dan rentan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun