Mohon tunggu...
Ida Lumangge S
Ida Lumangge S Mohon Tunggu... Buruh - IRT

Pemain!, Karena tak seorangpun dalam hidup ini yang jadi penonton.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Kuliner] Itak Gurgur

6 Juni 2016   19:22 Diperbarui: 6 Juni 2016   19:29 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nomor 8. Ida Lumangge S

“Rumondang!, tolong nanti sepulang sekolah kau tumbuk beras yang sudah kurendam itu ya” teriak Mamak setelah Rumondang pamit pergi sekolah

“Iya Mak” sahut Rumondang tak kalah kencang

Saya yang sedang membereskan tempat tidur di kamar segera keluar menuju dapur.

“Kita mau bikin itak ya Mak?” tanyaku

Mamak yang tidak menyadari kehadiranku segera menoleh “ Iya, kita mau buat Itak Gurgur”.

“Itak gurgur?, bukannya itak gurgur itu biasanya untuk pemujaan kepada Oppung Mula Jadi Nabolon?” tanyaku penasaran

Mamak sedikit kaget dengan pertanyaanku

“Kita bukan hendak melakukan pemujaan sebagaimana tradisi Nenek Moyang kita saat Maritak Gurgur dulunya, ini lebih kepada memanjatkan doa dan permohonan kepada Tuhan agar kamu tetap kuat dalam segala masalah yang sedang kamu alami” Mamak menjelaskan.

“Aku dan Bapakmu akan mengundang Tetua Adat dan Penatua Gereja untuk melakukan doa bersama di rumah kita malam ini. Semoga dengan doa dan permohonan para tetua kamu diberkahi dengan semangat untuk menjalani hidup kedepannya”.

“Baiklah Mak, saya sih tidak bermaksud mau melanggar aturan adat ataupun tradisi tetua di kampung kita, tapi ada baiknya tradisi memberi sesajen kepada leluhur kita hilangkan. Adalah hal yang lebih diterima karena kita menggantinya dengan acara doa dan ibadah”. jelasku pada Mamak

“Kak,berasnya sudah selesai kutumbuk ya” seru Rumondang adikku

“Iya dek, Mauliate ya!”

Kulihat Rumondang sedikit kelelahan menumbuk rendaman beras itu hingga menjadi itak.

“Kenapa tidak kita giling pakai mesin penggiling beras saja tadi Mak?” tanyaku

“Rasanya kurang paslah kalau digiling pakai mesin, kalau di tumbuk pakai lesung itu lebih mantap” sahut Mamak

“Terus untuk bahan lainnya apa lagi Mak?”

“Untuk  enam takar itak tadi, kamu campur dengan satu setengah butir kelapa parut ya, itu tadi sudah mamak parutkan. Untuk rasa yang lebih enak sebaiknya kita pilih kelapa yang agak muda karena kalau kelapanya agak tua rasanya kurang legit”.

“Untuk gulanya Mak, kira kira berapa banyak?”

“Tiga ratus gram gula merah, tak perlu terlalu banyak gula karena rasa manis dari kelapanya sudah cukup”

“Iya Mak” sahutku sembari mengadon semua bahannya.

“Hmm…rasanya sudah mantap Mak”

“Setelah itu kamu kepal - kepal dan tata dalam pinggan, sebentar lagi para tetua akan tiba” pinta Mamak

Tepat jam tujuh malam para Tetua dan seorang Penatua Gereja sudah berkumpul di ruang tamu. Mamak memintaku untuk duduk diantara dia dan Bapak.

“Horas ma dihita sude!” Bapak memulai pembicaraan.

“Adapun maksud dari undangan ini tak lain untuk mendoakan boru kami yang mengalami masalah dalam pernikahannya. Kerinduan kami agar dalam menjalani hari kedepan dia tetap kuat dan tabah.

Nauli Amang!. Untuk itu mari kita mulai dengan doa” sahut Penatua.

Selesai berdoa salah satu dari Tetua Adat membawa pinggan yang berisikan itak gurgur dan menyuruh saya untuk mengambil satu kepal. Sebelum memakannya tak lupa disertai umpasa.

“ Tuak natonggi ma” (Tuak yang Manis)

“ Tu bagot sibalbalon” (Pohon Aren si Balbalon)

“ Tung paet ditingki nasalpu” (Segala kepahitan di masa lalu)

“ Sai ro ma angka natonggi tu joloan on” (Kiranya berubah manis kedepannya) 

                                                                                                 

“ Sebagaimana pengertian“gurgur adalah mendidih”, demikianlah kiranya semangatmu tetap mendidih dalam menghadapi hidup kedepannya”

“Emma tutu” sahutku mengaminkan.

Catatan : Itak gurgur adalah sejenis makanan dari tepung beras yang dikepal - kepal dengan adonan kelapa parut dan gula. Umumnya dimakan mentah, namun ada juga yang dikukus. Dahulu sering digunakan sebagai sesajen kepada arwah Nenek Moyang untuk memohon perlindungan dalam menjalani hidup. 

Oppung Mula Jadi Nabolon   : Leluhur/ Nenek Moyang

Mauliate                                  : Terimakasih

Boru                                        : Putri

Horas ma dihita                      : Selamat buat kita

Nauli Amang                           : Baiklah Bapak

Emma Tutu                             : Jadilah seperti yang diharapkan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun