Mohon tunggu...
Luluk Muna
Luluk Muna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbedaan Syukuran dan Sedekah Bumi

20 Juli 2024   09:27 Diperbarui: 20 Juli 2024   09:29 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syukuran memiliki dimensi budaya dan spiritual yang mendalam dalam memelihara nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Tradisi ini menghubungkan manusia dengan nilai-nilai spiritual dan budaya yang diyakini oleh masyarakat setempat, membantu menjaga warisan budaya mereka, dan memperkuat identitas kolektif komunitas. (Afriani, 2019) mengemukakan bahwa tradisi syukuran tidak hanya sebagai upacara formal, melainkan juga sebagai ritual yang mendalam dalam menghubungkan manusia dengan nilai-nilai spiritual dan budaya.

Sedekah bumi juga memiliki dimensi budaya yang signifikan, tetapi lebih berfokus pada hubungan antara manusia dan alam serta ketergantungan hidup dari sektor pertanian. Tradisi ini tidak hanya menjaga keseimbangan alam melalui praktik-praktik agraris yang berkelanjutan tetapi juga memperkuat jaringan sosial dan solidaritas dalam komunitas agraris (Aitamurto, 2016). Dengan demikian, sedekah bumi berperan penting dalam memelihara nilai-nilai budaya agraris dan memperkuat identitas kolektif sebagai bagian dari komunitas yang berbagi nilai-nilai solidaritas dan kepedulian terhadap sesama.

3.Secara Aspek Sosial dan Ekonomi

Syukuran menekankan pada aspek sosial dan perayaan kebersamaan dalam momen-momen penting kehidupan. Tradisi ini memainkan peran penting dalam memperkuat hubungan interpersonal antar individu dan membangun solidaritas komunitas yang kuat. Aktivitas seperti doa bersama, makan bersama, dan berbagi rezeki menciptakan ikatan yang mendalam di antara anggota komunitas, memperkuat kohesi sosial, dan menjaga harmoni dalam masyarakat (Prasasti, 2020). Studi oleh (Hayati, 2019) menunjukkan bahwa syukuran tingkeban di Jawa tidak hanya sebagai acara formal, tetapi juga sebagai ajang untuk menjalin dan memperdalam hubungan sosial antarwarga melalui gotong royong dan pembagian rezeki.

Sedekah bumi, di sisi lain, berfokus pada aspek ekonomi dan keberlangsungan hidup komunitas agraris. Tradisi ini mempromosikan keadilan sosial melalui distribusi hasil panen yang merata dan menciptakan ketahanan sosial dengan memastikan bahwa setiap anggota masyarakat mendapatkan bagian yang adil dari rezeki yang diperoleh. Selain itu, sedekah bumi juga berfungsi sebagai mekanisme untuk mempertahankan dan mengembangkan ekonomi lokal. Penelitian oleh (Manansal, 2021) menyoroti bahwa sedekah bumi memainkan peran penting dalam menjaga kesinambungan ekonomi kelompok petani dan masyarakat sekitarnya, menciptakan lingkungan sosial yang inklusif dan meningkatkan kesejahteraan bersama.

D.Pandangan NU terhadap tradisi Syukuran dan Sedekah Bumi

Menurut hasil muktamar NU ke-5 di pekalongan pada 13 rabiul tsani 1349 H/ 7 September 1930 M bahwa sedekah bumi DIHARAMKAN karena, guna memperingati jin penjaga desa(mbahu rekso, jawa) untuk mengharapkan kebahagiaan dan keselamatan dan kadang-kadang terdapat hal-hal yang munkar. Putusan haram tersebut disebabkan karena pertanyaan di forum muktamar.

 Berikut ini adalah deskripsi, pertanyaan, dan jawaban yang mengemuka pada forum Muktamar NU Ke-5 1930 M di Pekalongan. "Bagaimana hukumnya mengadakan pesta dan perayaan guna memperingati jin penjaga desa (mbahu rekso, Jawa) untuk mengharapkan kebahagiaan dan keselamatan, dan kadang terdapat hal-hal yang mungkar. Perayaan tersebut dinamakan 'sedekah bumi' yang biasa dikerjakan penduduk desa (kampung) karena telah menjadi adat kebiasaan sejak dahulu kala?"

"Jawabannya: Adat kebiasaan sedemikian itu hukumnya haram."

Pengurus Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudhu'iyyah LBM PBNU ini menambahkan bahwa situasi di lapangan yang digambarkan dalam deskripsi masalah akan sangat menentukan corak jawaban para kiai di forum bahtsul masail. Ia mengatakan bahwa putusan dan jawaban perihal sedekah bumi pada forum muktamar NU ini akan berbeda bila deskripsi masalah yang diajukan kepada para kiai itu berbeda. "Kalau pun diputuskan haram, apakah deskripsi yang diangkat dalam muktamar ini terverifikasi (tahqiqul manath) pada kondisi dan situasi di lapangan. Kalau setelah diverifikasi unsur-unsur dalam putusan itu tidak terbukti, maka upacara sedekah bumi atau sedekah laut yang dimaksud dalam putusan Muktamar berbeda dengan upacara adat di masyarakat. Karena berbeda, maka hukumnya tentu akan berbeda lagi," kata Ustadz Mahbub. (AlhafiznK). (NU Online)

 Pada forum muktamar diatas sudah jelas bahwa, pelaksanaan tradisi sedekah bumi dilakukan tergantung maksud dan niat seseorang. Jika kita sebagai warga masyarakat yang selalu melaksanakan tradisi sedekah bumi semata-mata bentuk ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan semesta alam yang telah memberi nikmat atas hasil bumi dan sesuai dengan syariat islam maka, tradisi ini diperbolehkan dan perlu dilestarikan. Namun, jika tradisi sedekah bumi bertentangan dengan syari'at islam yaitu meminta roh penjaga desa untuk diberikan keselamatan dan kadang terjadi hal-hal yang munkar maka, tradisi seperti ini diharamkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun