Mohon tunggu...
Luluk Marifa
Luluk Marifa Mohon Tunggu... Penulis - Read, read and read. than write, write and write.

Menulislah, hingga kau lupa caranya menyerah dan pasrah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manusia-manusia Tamak

6 Juni 2024   12:12 Diperbarui: 6 Juni 2024   12:26 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Departemen kematian berencana mengumpulkan para koruptor dan elit penguasa yang tamak yang tersebar di berbagai negara dan mengurungnya di kota terakhir. Kematian terlalu mudah bagi mereka yang merasa dunia miliknya dan merugikan banyak orang yang memiliki kesempatan hidup yang setara. Itu akan membuat mereka yang selama ini menganggap dunia penuh dengan kenikmatan yang dapat direngkuh dengan mudah menjadi menginginkan kematian lebih cepat menghampiri dari pada menderita sedemikian rupa. 

Lalu saat mereka telah mati dan menghadapi departemen penyiksaan mereka akan lebih tersiksa dan menginginkan kembali hidup dan berkilah akan hidup dengan tidak lagi menjadi penguasa tamak dan elit yang korup. Tapi itu percuma saja, mereka akan abadi dalam siksa." Seniorku berbaik hati menjelaskan sedetail-detailnya. 

Meski wajahnya terhitung garang untuk ukuran malaikat, ia tetap memiliki hati yang lembut dan kasih sayang yang teramat besar pada sesama, apalagi terhadap rekan satu departemen. Hal itulah yang membuatku betah bekerja di departemen ini selama ribuan tahun.

Aku berpikir sejenak, tugas departemen kami adalah perihal mengatur jadwal kematian, hilir mudik penjemputan nyawa dan mencacat setiap kematian dari mahluk yang ada di muka bumi. Jika kota terakhir itu ada sesuai yang dikatakan senior apakah itu tidak melanggar peraturan departemen lain juga pimpinan tertinggi, Tuhan.

Sembari menenteng raga bernyawa aku memikirkannya lagi, jika sudah terlaksana sedemikian rupa artinya hal ini bukan hanya sekedar rencana. Tetapi telah mendapatkan persetujuan dari sembilan depatemen dan juga Tuhan hingga sudah berjalan seperti sekarang. Baiklah aku lebih gesit lagi mengikuti pergerakan seniorku tanpa banyak tanya.

Dalam teleportasi yang kulakukan akhirnya aku melihat kota itu, kota yang masih berdiri di tengah tanah rata yang luas. Aku tak mengenali nama kota itu sebelumnya, apa pentingnya nama kota itu, toh para malaikat kini akan menyebutnya kota terakhir tempat para pejabat korup dan penguasa yang  tamak meregang nyawa dalam kesakitan. Tinggal di kota itu tidak akan menerbitkan bahkan seulas senyum dari bibir mereka. 

Sebagaimana mereka telah memadamkan ribuan bahkan jutaan senyum manusia lain akibat ketamakan dan kerakusan mereka. Hasrat  menguasai segala hal tak peduli itu berakibat fatal bagi bumi dan orang-orang lain yang ada di sekitar. Merea akan menghadapi penderitaan di bumi, sebelum menghadapi penderitaan di akhirat oleh departemen penyiksaan dan penghakiman di hadapan Tuhan.

"Mereka akan berapa lama di kota ini, Senior?"

"Sepuluh hari waktu yang diberikan oleh departemen kehancuran, setelah itu mereka akan benar-benar menghancurkan bumi tanpa sisa dalam satu tiupan sangkakala maha dahsyat."

Aku mengangguk mendengar penjelasan seniorku. Mataku masih awas melihat ke bawah sana, di mana raga-raga yang masih bernyawa tadi mulai bangun satu persatu. Tak lama mereka saling menyapasatu sama lain. Sepertinya mataku menangkap sesuat yang ganjil di sana.

Departemen kematian tidak akan turun tangan dalam penyiksaan, kami hanya menyediakan dan mengumpulkan mereka menjadi satu tempat. Penderitaan yang akan mereka alami sebagaimana yang dijelaskan senior adalah penderitaan yang disebabkan oleh hubungan dan interaksi antar manusia. Bukankah manusia lebih mematikan dari pada kematian itu sendiri, manusia lebih menakutkan dari pada siksa itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun