Mohon tunggu...
Luluk Marifa
Luluk Marifa Mohon Tunggu... Penulis - Read, read and read. than write, write and write.

Menulislah, hingga kau lupa caranya menyerah dan pasrah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Hukuman yang Kuterima

3 Juni 2024   23:14 Diperbarui: 3 Juni 2024   23:42 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku terbangun, kepalaku sedikit terasa berat seperti ada sesuatu yang berada di atasnya. Aku meraba kepalaku, kurasakan memang ada sebuah benda yang bertengger di sana.

"Kenapa tak bisa, Mas. Ini sudah Zaman modern, mana ada cinta tak bisa bersatu karena terhalang suku. Astaga lelucon dari mana itu." Aku tiba teringat protesku pada lelaki yang kucintai itu.

"Semua keluargaku menentang aku menikahimu, Neng. Tidak ada yang dapat kulakukan, ini perihal ridho orang tua. Bukannya aku tak ingin memperjuangkanmu, tapi di hadapan kita tembok itu kokoh sekali." Lelaki itu menatapku dengan tatapan iba. Berusaha menjelaskan lebih baik, bahwa meskipun pada akhirnya kami tak dapat bersama, ia tetap akan mencintaiku. Omong kosong macam apa itu. Itu sama saja menyakitiku dan menyakiti perempuan yang akan menjadi istrinya nanti.

Aku menghembuskan nafas kesal, kesal sekali. Mengalihkan pandang dari lelaki itu, hanya karena perbedaan suku antara Jawa dan Sunda ikatan cinta antara kami tak dapat terjalin.

"Kamu ini raja, Mas, raja atas hidupmu. Dan kamu bebas menentukan hidupmu, jangan seperti Hayam Wuruk raja yang kalah pada mahapatihnya. Lihat, dia kehilangan cintanya. Dia harus melihat Dyah Pitaloka meregang nyawa karena ketidakmampuannya melindungi dan memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi miliknya."

Tentu saja aku tau sejarah itu, sejarah yang melatarbelakangi keluarganya tak menyetujui kami menikah. Larangan yang tak masuk akal.

"Aduh," keluhku tertahan, nyeri menjalari kepalaku. Ada sesuatu yang kuingat selain pertengkaran yang terjadi antara aku dan lelaki itu. Iya, aku mengingat setelah pertengkaran usai aku terjatuh dari kendaraaan roda dua karena berkendara dengan amarah yang meledak dalam dada.

"Sudah bangun, segera bergegas, acara akan segera dimulai," ujar seseorang yang muncul dari balik pintu.

Aku menyerngitkan dahi, memandang sekitar. Atap ruangan yang tinggi degan dinding yang dihiasi ornamen berwarna keemasan dengan beberapa kain berenda sebagai tirai jendela dan pintu. Aku seperti berada di lokasi syuting untuk drama kolosal yang sering kutonton dulu. Aku menoleh ke arah cermin yang tak jauh dari tempatku berada.

"Hahhh!" Aku memekik, terkejut memandangi pantulan diri yang ada dalam cermin. Seorang wanita dengan paras anggun, rambut hitam panjang terurai dengan beberapa hiasan rambut yang bertengger sedikit berantakan di atas kepala.

"Siapa aku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun