"Orang-orang tentu akan tertarik dengan bintang yang bersinar. Indah dipandang dan paling menonjol diantara yang lain. Siapa yang tertarik dengan bintang redup? Aku belum pernah membaca novel yang mana tokoh utamanya tak bersinar, para penulis itu selalu sukses membuatku merasa wah, setelah menamatkan kisahnya. "
Seseorang disampingku mengangguk atas pernyataanku. Lantas hening, diantara kami. Hanya gemericik hujan dan suara keras tiga mahasiswi yang bercerita, lebih tepatnya bergosip.
"Kau percaya segala sesuatu mempunyai kelebihan dan kekurangan, Luk?"
Aku mengangguk, tentu saja aku setuju dengan kalimat itu. Buk Rektor yang kelihatan keren sekali, Pak Dekan yang penuh wibawa dan baik hati tentu saja punya kekurangan, meski hanya satu. Hanya saja khalayak ramai mungkin tak tau. Pun dengan Mamang penjual tisu dan Buk Nur, beliau mungkin sering dipandang sebelah mata, namun jasanya banyak dalam senyap. Bahkan bisa jadi dalam beberapa hal dapat mengalahkan Buk Rektor dan Pak Dekan, siapa yang tau.
"Dan tentu kau akan percaya bahwa bintang-bintang itu tak redup, kau hanya melihatnya dari jarak yang kurang pas. Bisa jadi malah lebih terang dari bintang yang kau katakan paling mempesona itu," tuturnya.
Wihhhh, aku refleks menoleh kearahnya. Sebagai balasan senyumnya terhampar, senyum jemawa atas pernyataan itu.
"Boleh juga kau ini," godaku
"Makanya, kau perlu memangkas  jarak yang pas untuk melihat bahwa di dekatmu ada bintang yang lebih terang dari banyak bintang diluar sana," sahutnya dengan percaya diri.
"Pelangi, ada pelangi." Seru sesembak yang bersuara paling keras saat bergosip, hingga aku paham bahwa yang digosipkannya adalah Mamang paket yang mencoba mendekatinya dan direpson, padahal dia sudah punya kekasih. Dan sekarang tengah dilema, meminta pendapat besti-bestinya. Makanya kalau udah punya pasangan mbok ya, jaga sikap gitu. Jangan memberi harapan jika tak berniat sungguhan.
Aku berdiri melangkah keujung teras, menatap ujung langit dengan selarik warna warni yang tak cerah juga tak pudar, indah.
"Nah kan, kau itu terlalu fokus pada keindahan yang ada dikejauhan, Luk. Sampai kau kadang tak melihat keindahan di dekatmu." Di mengikutiku berdiri, turut menatap pelangi yang jarang sekali  muncul beberapa bulan terakhir.