1. Pendekatan Hukum Sebagai Nilai
Hukum diartikan sebagai manifestasi nilai, dimana keberadaannya bertujuan untuk melindungi dan mempromosikan nilai-nilai yang dianggap penting oleh masyarakat. Evaluasi terhadap eksistensi dan efektivitas hukum tersebut dapat diukur melalui sejauh mana keadilan dapat dijalankan. Oleh karena itu, moralitas keadilan menjadi landasan untuk melegitimasi keberadaan dan fungsi hukum (Raharjo, 2010)
Dalam bukunya tentang sosiologi, Satjipto Raharjo (2010) mengutip pandangan Donald Black, seorang sosiolog hukum terkemuka dari Amerika, yang menolak membahas nilai-nilai. Hal ini karena sosiologi hukum harus tetap konsisten sebagai ilmu yang mempelajari fakta-fakta, yang berarti landasan penelitiannya harus berdasarkan apa yang dapat diamati dan diklasifikasikan.
2. Pendekatan Hukum Sebagai Institusi
Dalam ilmu sosiologi hukum, institusi mengacu pada suatu sistem hubungan sosial yang menciptakan struktur tertentu dengan mengartikan dan mendistribusikan peran-peran yang saling terkait di dalamnya. Individu-individu yang terlibat dalam institusi mengemban dan melaksanakan tugas-tugas mereka masing-masing, memungkinkan adanya pengertian mengenai harapan-harapan yang saling berhubungan antara individu dan institusi. Institusi juga memastikan pemenuhan tuntutan yang terstruktur dan berkelanjutan, karena terdapat prosedur dan praktek yang diatur di dalamnya, termasuk nilai-nilai, norma, fungsi, dan struktur organisasi.
3. Aliran- aliran yang memperngaruhi terbentuknya sosiologi hukum
1. Mazhab Formalitas
Seorang tokoh kunci dalam aliran ini adalah Jhon Austin (1790-1859), yang berpendapat bahwa "hukum merupakan suatu perintah yang berasal dari pihak yang memiliki wewenang tertinggi atau yang memegang kedaulatan".
Austin mengkategorikan hukum ke dalam dua bagian, yaitu: Hukum yang diberikan Tuhan kepada manusia. Hukum yang dirancang dan diformulasikan oleh manusia, yang juga dibagi menjadi dua kategori, yaitu: Hukum yang faktual atau dikenal sebagai hukum positif yang mencakup perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan. Hkum yang tidak faktual adalah hukum yang dibuat langsung oleh penguasa, tetapi peraturannya berasal dari perkumpulan atau badan khusus.
Austin membagi hukum dalam dua bagian, diantaranya adalah :
a. Hukum yang diciptkan Tuhan untuk manusia Hukum yang dibuat dan disusun oleh manusia, dan hukum ini terbagi lagi menjadi 2 bagian diantaranya adalah :
b. Hukum yang sebenarnya atau disebut juga hukum positif yang mengandung perintah, sanksi, kewajiban, dan kedulatan.Â
c. Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang dibuat secara langsung oleh penguasa, namun peraturannya berasal dari perkumpulan atau badan tertentu.
b. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan
Pandangan mazhab ini menyatakan bahwa pemahaman terhadap hukum hanya dapat tercapai dengan memeriksa konteks sejarah dan budaya di mana hukum tersebut bermula. Pemunculan aliran sejarah ini dapat dijelaskan oleh tiga faktor utama:
Abad ke-XVIII yang menekankan rasionalisme dan hukum alam yang tidak mempertimbangkan aspek sejarah.
Semangat Revolusi Prancis yang menolak tradisi dan lebih mengedepankan rasionalitas.
Pembatasan penafsiran oleh hakim karena keyakinan bahwa undang-undang sudah mencakup semua isu hukum.
Beberapa tokoh terkenal dalam mazhab ini antara lain Friedrich Karl Von Savigny (1779-1861), Sir Henry Maine (1822-1888), dan Puchta. Pendekatan ini mengembangkan analisis yang berfokus pada adaptasi masyarakat, mulai dari yang bersifat statis dan homogen hingga yang kompleks, dinamis, dan relatif heterogen. Dengan demikian, pendekatan ini berperan penting dalam perkembangan ilmu sosiologi, baik secara teoritis maupun praktis.
c. Aliran UtilitarianismeÂ
Pokok dari aliran ini adalah bahwa tindakan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Tokoh-tokoh utama yang terkait dengan aliran ini adalah Jeremy Bentham (1748-1832), Rudolf Von Jhering (1818-1892), serta John Stuart Mill (1806-1873).
d. Aliran Sociological Jurisprudence
Ajaran ini berkembang pesar di Amerika Serikat atas jasa Roscoe Pound (1870-1964) yang berpendapat bahwa hukum harus dilihat dan dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan sosial dan tugas dari ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka yang mana kebutuhan sosial terpenuhi secara maksimal. Tokoh lainnya yaitu eugen ehrlich (1862-1922) yang berpendapat bahwa titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada undang- undang, putusan hukum, atau ilmu hukum, melainkan pada masyaralat itu sendiri.
e. Aliran Realisme Hukum
Aliran ini diperkenalkan oleh Karl Liewellyn (1893-1962), Jereme Frank (1889-1957), dan Justice Oliver Wendell Halmes (1841-1935). Ketiga individu ini memiliki pandangan yang sangat revolusioner tentang proses peradilan. Mereka meyakini bahwa peran hakim tidak terbatas hanya pada menentukan hukuman, melainkan juga mencakup penetapan prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam mengadili suatu kasus dan menentukan pihak yang akan menang dalam persidangan. Selain itu, tokoh-tokoh lain yang termasuk dalam aliran ini adalah Jhon Chipman Gray (1839-1915) dan Axel Hangerstorm (1868-1939).
Kesimpulan
Saat ini, Sosiologi Hukum telah mencapai tingkat perkembangan yang signifikan. Pada dasarnya, Sosiologi Hukum (Sociology Of Law) merupakan turunan atau cabang dari Ilmu Sosiologi, bukan cabang dari Ilmu Hukum. Meskipun ada studi tentang hukum yang berkaitan dengan masyarakat yang merupakan bagian dari Ilmu Hukum, istilah yang digunakan tidak disebut sebagai Sosiologi Hukum, melainkan lebih dikenal sebagai Sociological Jurisprudence.
Aliran Sosiologi Hukum melihat hukum dan masyarakat sebagai dua hal yang saling terkait, di mana keduanya saling memengaruhi dalam proses pembuatan hukum maupun penerapannya. Ini menghasilkan konsep hukum yang selaras dengan realitas kehidupan masyarakat. Disiplin ilmu sosial yang tergabung dalam studi hukum dengan perspektif sosiologis umumnya dianggap sebagai bagian dari Ilmu Hukum secara luas. Ilmu Hukum sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Ilmu Hukum normatif, yang juga sering disebut sebagai dogmatika hukum, dan Ilmu Hukum empiris. Kelompok disiplin ilmu yang termasuk dalam studi hukum sosial-legal masuk ke dalam kategori Ilmu Hukum empiris.Â
Menurut konsepsi Meuwissen, Ilmu Hukum atau dogmatika hukum merupakan disiplin hukum yang memiliki tingkat abstraksi yang lebih rendah, sementara Filsafat Hukum adalah disiplin hukum dengan tingkat abstraksi yang lebih tinggi. Di antara keduanya, terdapat Teori Hukum (Jurisprudence).
Nabila Putri Hafara ( 212111135)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H