Penulis : Luli Samiatul Khodriyah
Pintu waktu yang terkunci,melankolis dalam senja,
Mengukir jejak kesunyian memendam pilu disela-sela.
Dimalam kartika bersaksi,
Sejauh mata memandang kisah kita terpampang terang.
Dalam redupnya cahaya lilin aku terkelu
Mengintai jendela waktu yang membisu
Majasmu bagai eloknya bianglala yang pergi,
Namun, warna elok itu hilang dalam gelap.
Seiring surya merunduk merangkai ingatan,
Pintu waktu terkunci, merindu kenangan yang pergi,
Bagaikan goresan indah dalam walgita hati,
Setiap halaman mengenang, menyeka air mata yang pedas
Ditiap detik yang lalu, aku berjalan sendiri
Mencoba membuka pintu waktu yang terkunci,
Kau dan aku, terpisah dalam kisah masa lalu,
Namun, aroma cinta tercipta abadi dalam setiap hela napas.
Pintu waktu yang terkunci, memegang rahasia suci,
Kisah kita menjadi puisi yang takkan pernah terlupakan,
Majasmu menyusup, merangkul hati yang merindu,
Seakan ikrarmu tersiar di balik keheningan malam.
Air mata membasahi sela-sela kenangan,
Bak varsha yang turun merindu tanah yang dahulu basah,
Dan dalam sepi, aku menangis merindukan pelukanmu
Puisi ini menceritakan tentang kerinduan dan kehilangan dengan menciptakan perasaan melankolis. Disaat penyair merindukan kisah cintanya ia, hanya bisa mengenang dan tidak bisa mengulang ini di ibaratkan sebagai "Pintu Waktu Yang Terkunci"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI