Sebagai gejala sosial yang posmodern, suporter perlu juga penanganan khusus yang luar biasa.
Penanganan Pada Diri Suporter Itu Sendiri
Sedikit kita bahas kembali bahwa dalam suporter sendiri ada pembelajaran. Maka jadikanlah potensi tersebut sebagai sarana belajar mana nilai-nilai positif dan negatif, mana yang boleh dilakukan mana yang tidak. Apalagi banyak suporter belia yang tentunya akan belajar banyak dari apa yang dilakukan para seniornya.
Selain terjadi proses belajar, dalam suporter juga terdapat ikatan. Maka ikatan yang ada, mesti dimanfaatkan sebesar-sebesarnya oleh "pentolan" atau pemimpin kelompok suporter untuk mengendalikan anggota kelompoknya untuk tidak berbuat kriminal. Misalnya, jangan melakukan hal negatif ketika menggunakan atribut,
Konon omongan pentolan suporter jauh lebih didengar suporter ketimbang himbauan pengurus federasi atau petugas keamanan. Maka baik buruknya kelompok suporter tidak lepas dari apa yang diarahkan para pentolannya.
Jika masing-masing pihak mau mengambil peran dengan baik, maka potensi kericuhan bisa diredam. Korban-korban pun bisa diminimalisir, atau jika bisa dihilangkan sama sekali.
Jadikan rivalitas hanya sebagai bumbu kompetisi, bukan sebagai alasan melakukan kekerasan.
Andreas Lucky Lukwira
Penikmat Sepakbola Indonesia
Pernah Meneliti Suporter
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H