Mohon tunggu...
Andreas Lucky Lukwira
Andreas Lucky Lukwira Mohon Tunggu... wiraswasta -

mantan ketua angkatan, mantan kasir, mantan calo tiket sepakbola, mantan reporter tabloid kecantikan, mantan kernet Mayasari, mantan kordinator operasi bis malam....sekarang calo bis pariwisata plus EO tour kecil2an pengasuh akun @NaikUmum

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Angkutan Ilegal, Bukan Soal Aplikasi Tapi Soal Aturan

15 Maret 2016   16:03 Diperbarui: 15 Maret 2016   16:25 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu soal angkutan ilegal berbasis online kembali memanas setelah kemarin (14/3) ratusan pengemudi angkutan resmi berdemo ke Pemprov DKI, Kemhub dan Kemenkominfo memprotes keberadaan angkutan online.

Angkutan online jelas lebih diminati penumpang, karena tarif lebih murah dan armada ga kalah bagus (bahkan lebih bagus) dari angkutan resmi terutama taksi.

Hampir semua penumpang mengaku lebih memilih angkutan ilegal tapi online dibanding angkutan resmi tapi konvensional. Alasannya jelas, mudah dan murah.

Mengapa Angkutan Ilegal Berbasis Online Bisa Lebih Murah dan Mudah?

1. Tidak Bayar Retribusi

Tarif angkutan ilegal berbasis online tidak perlu memasukan cost-cost retribusi, baik retribusi keur, retribusi trayek, dan untuk taksi bandara tidak perlu membayar retribusi angkutan bandara ke Angkasa Pura.

Sekedar info tarif retribusi taksi bandara per unit bisa lebih dari Rp 5jt, oleh karenanya tidak semua taksi perusahaan besar ditempeli stiker bandara. Paling beberapa unit saja sebagai tanda perusahaan tersebut eksis dibandara. Pengelola taksi besar seperti Blue Bird dan Ekspress pun lebih memilih menjalankan shutle taksi ke penampungan taksi ketimbang memaksa me-stikerkan taksi mereka.

Bagaimana dengan taksi gelap online semacam Grab dan Uber? Mereka tidak perlu bayar retribusi-retribusi seperti keur dan trayek. Bahkan untuk jemput di bandara mereka bisa menggunakan mekanisme free parking 15 menit pertama. Ga heran tarif mereka jauh lebih mudah.

Bahkan dibanding taksi geap konvensional di bandara (sekarang dilegalkan dengan dinaungi 1 koperasi), taksi gelap konvensional masih bayar fee saat mereka mendaftarkan armadanya ke pihak bandara.

2. Tidak Ada Zonasi

Taksi resmi sebenaranya memiliki zonasi sendiri. Contoh taksi Jakarta, paling banter mereka berani antar penumpang ke Ciawi (selatan), Cikopo (timur), dan Serang (Barat). Itupun mereka tidak bisa sembarangan angkut saat arah pulang, dan lagi saingan mereka arah pulang sudah banyak bus AKAP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun