Awal Agustus ini, para penumpang APTB/BKTB dikejutkan oleh kebijakan baru Transjakarta yang menghentikan penjualan tiket APTB/BKTB di shelter mereka. Bagi para penumpang APTB/BKTB diharuskan membayar tiket shelter Transjakarta sebesar Rp 3500 dan membayar lagi tiket APTB/BKTB sesuai rute di dalam bus. Artinya penumpang APTB/BKTB mesti menyiapkan ongkos ekstra minimal sebesar Rp 3500 (asumsi perjalanan menuju Jakarta/pusat kota masih bisa naik diluar shelter) hingga Rp 7000 untuk penumpang yang pulang pergi mesti lewat shelter seperti penumpang Kopaja AC S612 yang 100% rutenya bersinggungan dengan jalur Transjakarta.
Langkah Transjakarta ini menuai kontroversi karena selain merugikan penumpang, keberadaan APTB/BKTB sebenarnya sangat membantu keberadaan Transjakarta dan upaya pengurangan kepadatan kendaraan di DKI. Misalnya soal pilihan, dengan adanya APTB/BKTB penumpang mendapat pilihan angkutan umum yang lebih praktis (dan lebih nyaman) dari Transjakarta namun masih bisa terintegrasi dengan TJ. Soal sterilisasi, keberadaan APTB/BKTB membuat jalur TJ lebih padat karena juga diisi APTB/BKTB, sehingga jarak antar bis rapat. Akibatnya peluang pencurian jalur oleh kendaraan pribadi bisa dikurangi.
Lantas apakah tidak ada celah untuk tetap naik APTB/BKTB tanpa membayar “airport tax” sebesar RP 3500 yang diterapkan TJ? Berikut penulis sampaikan beberapa celah naik APTB/BKTB tanpa harus lewat shelter.
1.Naik di Terminal
Beberapa APTB dan BKTB memulai perjalanan di terminal. Contohnya di terminal Senen (APTB17 dan BKTB P20AC). Di terminal kita bisa naik APTB/BKTB tanpa harus ke shelter.
2.Naik dari Halte
Beberapa bagian dari rute APTB/BKTB tidak berada di dalam koridor Transjakarta. Di lokasi ini kita bisa naik APTB/BKTB tanpa bayar Rp 3500 secara legal. Contoh lokasi ini adalah halte seberang Polda Metro Jaya dan Halte Kebon Sirih.
3.Naik Dari Pinggir Jalan Non Busway
Selain tidak berada di jalur busway, beberapa bagian rute APTB/BKTB memang tidak bersinggungan dengan jalur busway. Kita pun bisa menyetop APTB/BKTB tanpa bayar Rp 3500 secara legal. Contoh lokasi ini adalah rute Kopaja AC P20 sepanjang Senen-Menteng.
4.Naik Di Lampu Merah Saat Lampu Menyala Merah.
Nah ini banyak yang orang tidak tahu. Namun sebenarnya naik APTB/BKTB. Naik APTB/BKTB di persimpangan adalah legal. Namun ada syaratnya;
a.Harus Ada Zebra Cross
Zebra Cross menjadi legalitas kita untuk menyebrang dari trotoar hingga ke separator. Sebenarnya jika kita merujuk kepada pasal 131 ayat 3 UU 22/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, keberadaan zebra cross bukan syarat mutlak kita boleh menyebrang. Jika zebra cross belum ada pun penyebrang jalan (sebelum kita menjadi penumpang) berhak untuk “memilih sendiri lokasi menyebrang”. Setelah menyebrang ke separator, pejalan kaki boleh memasuki jalur busway untuk menuju pintu APTB/BKTB. Karena yang DILARANG MASUK BUSWAY sesuai Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 8 th 2007 tentang Ketertiban Umum
Pasal 2 ayat 7 adalah “Kendaraan bermotor roda dua atau lebih dilarang memasuki jalur busway”. PEJALAN KAKI? Tidak masuk ke dalam larangan tersebut.
b.Lampu Lalu Lintas Harus Menyala Merah
Jika persyaratan di huruf ‘a’ masih bisa ditoleran, syarat ini menjadi mutlak. APTB/BKTB (dan juga kendaraan lain) tidak bisa berhenti di persimpangan jika lampu lalu lintas masih menyala hijau atau sudah kuning. Oleh karena itu pastikan dulu timing anda dan APTB/BKTB idaman anda tepat. Sehingga saat anda di separator, bisa pas dengan saat bus berhenti. Timer yang ada di beberapa lampu merah bisa membantu anda.
Demikian beberapa solusi atas kebijakan yang tidak pro NAIK UMUM ini. Adanya peraturan-peraturan yang ribet, semoga tidak menjadi alasan kita untuk meninggalkan angkutan umum.
Andreas Lucky Lukwita
@A_Lucky_L
Pengasuh akun @NaikUmum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H