Mohon tunggu...
Lukman Hakim Dalimunthe
Lukman Hakim Dalimunthe Mohon Tunggu... Penulis - Founder Perpus Rakyat

Menulis untuk Hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran Berharga bagi Para Orangtua dari Kisah Anak Teroris Ini

25 Februari 2020   14:36 Diperbarui: 25 Februari 2020   14:30 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Amrozi, pelaku bom Bali 1 yang menewaskan 202 orang pada November 2002 lalu masih meninggalkan luka yang mendalam bagi masyarakat Indonesia. 

Keluarganya, terutama anak Amrozi juga mendapatkan stigma buruk atas perlakuan ayahnya. Beginilah hukum masyarakat Indonesia. 

Pada Agustus 2003 lalu, Amrozi divonis bersalah dan diputuskan mendapatkan hukuman mati. Ia dan 2 temannya dihukum mati pada November 2008 lalu. 

Kisah pilu bom Bali dan hukuman mati Amrozi telah menjadi sejarah panjang kasus terorisme di negeri ini. Ia menjadi bom waktu yang setiap saat akan diingat-ingat masyarakat Indonesia.  

Anak Amrozi, Zulia Mahendra mengalami dampak buruk atas perlakuan ayahnya. Ia sulit mendapatkan kerja, dikucilkan masyarakat, dan depresi yang menimpa dirinya. 

Ketika ayahnya melakukan aksi pemboman tersebut, ia baru berusia 16 tahun dan hingga hari ini ia masih dianggap "sampah" oleh masyarakat sekelilingnya. 

Atas hal yang ia alami tersebut, ia tidak ingin kejadian pada dirinya terulang kepada anaknya yang masih kecil. 

"Jangan sampai anak saya bernasib sama seperti saya. Dari apa yang saya jalani, itu sungguh sangat sangat berat. Orang-orang di seputar saya mengucilkan dan saya gak mau nantinya anak saya bernasib sama seperti saya. Saya berusaha mengembalikan agar bisa diterima lagi," ucap anak Amrozi yang dipanggil Hendra kepada Gabril anak korban bom Bali 1. (Kompas.com). 

Sementara anak korban bom Bali 1 yang bercerita kepada Hendra juga kasihan terhadap anak Amrozi (Hendra) tersebut. 

Saya mencoba menarik kejadian tersebut atas langkah pemerintah yang akan memulangkan anak-anak yatim piatu eks ISIS dari Suriah ke Indonesia. 

Keputusan pemulangan tersebut telah resmi diumumkan Mahfud MD (24/02/20) selaku Menkopolhukam Kabinet Indonesia Maju. 

Anak-anak tersebut sedang didata pemerintah dan nama-nama belum disebutkan ke publik. 

Saya berharap bahwa identitas anak-anak tersebut jangan disebarkan kepada publik agar mereka tidak merasakan pengasingan masyarakat ketika mereka sudah besar. 

Walaupun saya yakin, anak-anak tersebut akan dikenal oleh tetangganya jika mereka sudah pulang. Minimal mereka tidak mendapatkan stigma buruk yang lebih luas. 

Kasus anak Amrozi dan anak-anak yatim piatu eks ISIS ini memiliki kesamaan. Sama-sama melakukan aksi terorisme. 

Kita menyaksikan bahwa para orang tua pelaku terorisme ini mengajak anak-anaknya berjihad versi mereka. 

Padahal anak-anak tersebut seharusnya tidak berada pada kegiatan tersebut. 

Anak-anak pelaku terorisme tidak bersalah. Yang bersalah iyalah orang tua mereka yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan. 

Mereka adalah korban atas tindakan orang tuanya. Mereka sama sekali tak mengetahui hal tersebut. 

Tentu hal ini harus dijadikan pelajaran berharga bagi orang tua yang ingin melakukan aksi terorisme. Pikirkan lah anak Anda. Mereka berhak mendapatkan hidup yang layak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun