Pada tahun 1976, Jaksa Agung mengeluarkan SK Nomor 129. Isi SK itu menyebutkan, bahwa Saksi-saksi Yehuwa dilarang kegiatannya di Indonesia.Â
Alasannya, ajaran ini memuat hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, seperti menolak hormat bendera dan menolak ikut berpolitik.Â
Selain pemerintah, ternyata ajaran ini juga mendapatkan diskriminasi dari agama Kristen Protestan. Hal ini diakibatkan berbedanya pemahaman mereka terhadap konsep Yesus dan Natal.Â
Siswa-siswi Yehuwa mendapatkan diskriminasi di Sekolah. Mereka tidak mendapatkan pelajaran agama sesuai aliran mereka. Kemudian beberapa siswa-siswi di-DO dari sekolah karena tidak menghormat bendera.Â
Rabu, 22 Januari 2020 lalu, Saksi-saksi Yehuwa ditangkap di Jambi. Mereka dituduh menyebarkan ajaran baru yang meresahkan warga.Â
Perjalanan panjang diskriminasi ini harus segera dicari jalan tengahnya. Mereka juga berhak mendapatkan hak yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H