Terputusnya Warisan Ilmu Bondan Di Desa Randusanga Kulon.
Randusanga Kulon Brebes (18/10/2022), merupakan salah satu desa yang terletak di pinggir pantai utara jawa, dengan sebagian besar masyarakatnya menjadi petani tambak dan nelayan.
Dari dulu sampai sekarang, Randusanga Kulon masih dikelilingi sungai yang dalam dan deras. Sehingga sudah menjadi kebiasaan keseharian, ketika warga mau menuju tambak harus melewati atau menyebrangi sungai.
Sungai pemali yang lebar, dalam dan deras, yang membentang melewati arah tambak milik warga. Membuat warga harus berani menyebrangi ketika mau menuju tambak miliknya.
Disaat perahu tidak mampu menyebrangi karena derasnya arus sungai dan belum banyak perahu yang memakai tenaga mesin. Maka para pemilik ilmu bondan saat menyebrangi sungai, bagaikan berjalan di jalan darat, tanpa hambatan derasnya air dan cepat sampai dibibir sungai.
Â
Kondisi desa yang dikelilingan sungai membuat para petani tambak dan nelayan, memiliki cara tersendiri untuk menyesuaikan dengan kondisi alam yang ada di desanya.
Ada istilah Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata merupakan peribahasa Jawa yang mempunyai arti kelompok masyarakat terkecil atau desa mempunyai adat kebiasaan sendiri, sedangkan negara juga mempunyai hukum tersendiri.
Para orang tua yang ada di desa Randusanga Kulon, dulu belajar menyesuaikan pada lingkungan yang ada dengan memiliki "Ilmu Bondan,"
Dalam kalangan masyarakat awam, seperti penulis ilmu bondan dikenal pula ilmu buaya, yang mana pemiliknya akan berubah menjadi buaya kalau sudah meninggal dunia, ada juga dengan kondisi air deras dan dalam tidak akan menjadi masalah baginya, baik ketika menangkap ikan maupun menyebrang.
Peristiwa-peristiwa penampakan buaya di dermaga Parin, masyarakat juga mengkaitkan dengan jelmaan para orang tua  terdahulu penduduk Randusanga  Kulon yang memiliki ilmu bondon.
Begiti juga ketika ada anak jatuh di muara sungai  Sigeleng, tidak tenggelam. Padahal sungainya dalam dan deras. Hal itu dikaitkan pula dengan penolongnya sang buaya, yaitu kakek nenek mereka.
Ilmu Bondan
Randusanga Kulon, sebagai daerah yang dipenuhi dan dilewati banyak sungai, adanya buaya sungai  dan penampakanya merupakan hal biasa. Karena menyakini bahwa buaya tersebut adalah jelmaan kakek nenek moyangnya.
Secara sederhana  orang tua dahulu, khususnya yang ada di Desa Randusanga Kulon Brebes, memiliki ilmu bondan dengan tujuan :
Pertama, agar ketika menyebrangi sungai yang dalam dan deras tidak tenggelam.  Terbukti mereka yang menyebrangi Sungai Pemali saat itu tidak ada masalah. Bahkan saat menyebrangi tidak tangan kosong, namun juga membawa bawaan seperti    peralatan menangkap ikan (Jaring/Jala). Dan kadang kala juga menyebrang sambil membawa teman.
Peristiwa ini dahulu menjadi pemandangan yang biasa. Namun sekarang sudah tidak ada lagi yang berani menyebrangi Sungai Pemali ketika glondor (banjir). Dikarenakan sudah tidak ada lagi masyarakat yang memiliki ilmu bondan dan sudah banyak perahu menggunakan mesin.
Kedua, tidak diganggu buaya atau ular saat mengambil perangkap ikan di sungai, dalam istilah masyarakat Randusanga  "Pasangan Kali," sebagai mata pencaharian masyarakat.
Menurut keyakinan masyarakat bahwa sungai yang dalam dan terlihat tenang disitu banyak ikan dan udang. Sehingga warga menempatkan perangkap ikan di daerah tersebut. Namun  disisi lain, tempat yang tenang biasanya ada buayanya dan banyak ularnya.
Para pemilik ilmu bondanlah yang biasa berani, menaruh perangkapnya atau memiliki pasangan didaerah tersebut. Dikarenakan pemilik ilmu bondan dapat dikatakan termasuk salah satu orang yang dapat berkomunikasi dengan buaya dan binatang liar di daerah tersebut. Sehingga saat mengambil perangkap ikan dan udang berjalan dengan aman, tidak terganggu buaya maupun ular.
Ketiga, menolong orang yang tenggelam. Pemilik Ilmu bondanlah yang akan masuk kerumah buaya (kedung) atau memanggilnya untuk menanyakan tentang kondisi orang tengelam.
Biasanya ketika ada seseorang tenggelam dan dalam waktu lama tidak muncul dipermukaan. Maka umumnya masyarakat di lingkungan tersebut meminta bantuan kepada pemilik ilmu bondan untuk menemukan orang yang tenggelam.
Kempat, reinkarnasi menjadi buaya. Ada keyakinan para pemilik ilmu bondan, setelah meninggal ia akan menjadi buaya. Yang selanjutnya masih bisa ketemu serta membantu anak cucunya, ketika ada masalah di sungai maupun muara.
Kelima, agar kebal senjata apapun dan gigitan binatang. Seseorang yang memiliki ilmi bondan, maka dirinya akan kebal dari gigitan buaya maupun ular dan senjata tajam lainnya.
Kekebalan ini juga yang membuat para pemilik ilmu bondan menjadi orang yang percaya diri. Â Tidak ada rasa takut pada binatang apapun, dan ketika akan bertemu dengan siapa saja.
Konon tempat yang angker banyak buayanya, ia dapat memasang jaring atau perangkap lainnya di tempat tersebut. Sepertinya tempat angker tidak menjadi halangan untuk mengais  rejeki.
Keenam, mencuri ikan, inilah perilaku yang jelek yang dimiliki oleh palaku ilmu bondan. Dari ilmu yang dimiliki ia menjadi spesialis pencuri ikan. Para petani tambak yang besok akan panen, kadang didahului dulu oleh pemilik ilmu bondan. Sehingga panen yang didapatkan sedikit.
Inilah sekilas tentang ilmu bondan dan kamanfaatanya. Namun karena ritual yang dapat dikatakan amat berat, perubahan geografis sungai dan perekonomian warga. Â Sehingga ilmu bondan yang banyak dimiliki masyarakat Randusanga Kulon sudah tidak diwariskan lagi alias putus, dan sekarang dapat dikatakan sudah hilang.
Akibatnya generasi sekarang sudah tidak mengenal ilmu Bondan, apalagi mengetahui pemiliknya yang dulu pernah berjaya pada jamanya, pemilik ilmu bonda di kampung sangat disegani dan dibutuhan.
Menurut pembaca, apakah ilmu bondan yang dulu banyak dimiliki warga Randusanga Kulon, layak di lestarikan dan wariskan,?. Â Saya tunggu masukannya.
Lukmanrandusanga (18/10/2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H