Tari dalam berdagang setengan hari, dari siang sampai sore.  Mulai dari kampungnya Padaduguh, kemudian Kelapasawit, Gandasuli, Limbangan, Sigempol, Randusanga Wetan dan  kulon.  Kalaupun keliling pada satu kampung sudah habis. Iapun langsung pulang, istirahat sebentar dan belanja dagangan rujaknya. Di padi hari sampai siang, Ia harus di sawah mengaliri sawah milik masyarak desa Padasugih. Kerena ia dipercaya menjadi "ulu-ulu" didesanya, yang upahnya setiap masa panen saja, dari pemberian pemilik sawah. Kurang lebih 5.000.000 pertahun.
Sebagai orang perantau di luar kota, ternyata Tari memiliki banyak masalah, termasuk masalah keluarga. Istri yang tinggal dirumah, ternyata tidak amanah, ia tergoda dengan lelali lain, yang biasa ketemu di pasar. Maka dengan berat hati, ia berpisah dengan istri dan anaknya.
Pengalaman inilah yang membuat Tari, pulang kampung dan meninggalkan keramaian dan kemegahan gedung bertingkat di kota besar, yang tidak pernah tidur.
Tepatnya, pada tahun 2010, Tari kembali  kekampung halamannya, dan meninggalkan  jualan di Cikampek, Ia pindah dikampung tempat lahirnya. Membangun keluarga baru hingga sampai sekarang.  Alhamdulillah Taripun di amanat bersama istri barunya 3 anak, dan mininggal satu.
Belajar dari Man Tari, penjual rujak bebek yang tidak pernah lelah untuk tetap usaha. Dipagi  hari disawah mengairi sawah milik masyarakat di kampunya dan siangnya menjual rujak bebek keliling desa. walaupun pernah mengalami kepaitan keluarga, istrinya kecantol orang lain. Ia tidak pernah mengeluh dan hidupnya tetap penuh semangat. Wassalam.
(Lukmanbbs)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H