Pada tahun 1998, ia termasuk salah seorang ilmuwan muslim yang di undang berbicara pada Konferensi "Science and Spiritual Quest" di Berkeley. Semenjak itu, Golshani seringkali berbicara di berbagai forum internasional mengenai Islam dan Sains. Saat ini, minat riset Golshani terpusat pada beberapa masalah dasar dalam kosmologi dan mekanika kuantum, khususnya implikasi Teorema Bell dan generalisasi mekanika Bohmian.
Tentang Buku
Buku Sains ini merupakan buku edisi kedua dari buku yang yang pertama yang diterbitkan pada tahun 1986, dan diterjemahkan di Indonesia pada tahun 1988. Sains Menurut Al-Quran ini secara keseluruhan telah dicetak ulang sekitar 25.000 eksemplar.
Sekilas buku ini terlihat sangat sederhana yang hanya terdiri dari 4 bab dan dalam tiap bab nya terdapat kutipan-kutipan dari ayat al-quran dan hadis dan tiap bab nya terdapat kesimpulan-kesimpulan dari penulis sendiri.
Buku ini memaparkan pemahaman penulisnya, seorang intelektual muslim yang ahli fisika atom yang akrab dengan konsep agama. Di dalam buku ini dibahas konsep-konsep ontologism (mengenai objek sains), epistimologi (mengenai metode keilmuan), dan aksiologis (bermanfaat atau tidaknya sains) Sains islam.
Buku ini membahas konsep Islam tentang ilmu secara sistematis dan secara langsung meletakkannya di dalam konteks sains modern oleh penulis. Sementara itu, ayat-ayat al-quran dan hadis yang terdapat dalam buku ini yang di kutip oleh Golshani sering muncul atau banyak terdapat di buku-buku yang seperti buku ini.
ISI BUKU
SAINS DAN UMAT ISLAM
Konsepsi Islam Tentang Ilmu
Dalam poin ini, sebagian ulama besar Islam hanya memasukkan cabang-cabang ilmu yang secara langsung berhubungan dengan agama. Sedangkan tipe-tipe ilmu yang lain, para ulama menyerahkan kepada masyarakat untuk menentukan ilmu mana yang paling esensial untuk memelihara dan menyejahterakan diri mereka. Tetapi Abu Hamid Al-Ghazali dalam bukunya yang terkenal Ihya 'Ulum A-Din (Kebangkitan Ilmu-ilmu Agama) menemukan dua puluh jawaban berbeda terhadap permasalahan di atas.
Al-Ghazali memandang bahwa ilmu yang wajib dicari menurut agama adalah terbatas pada pelaksanaan kewajiban-kewajiban syariat Islam. Selanjutnya, Al-Ghazali membahas ilmu yang termasuk wajib kifayah. Beliau mengklasifikasikan ilmu kepada "ilmu agama" dan "ilmu non agama". Dalam "ilmu agama", kelompok ilmu yang diajarkan lewat ajaran-ajaran Nabi dan Wahyu selain hal itu dimasukkan ke dalam kelompok "ilmu non agama".