Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Jurnalis - wartawan

Menulis adalah bekerja untuk keabadian - P.A.Toer

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tak Ada Berita Senilai dengan Nyawa

12 Agustus 2023   22:51 Diperbarui: 12 Agustus 2023   23:00 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencermati deretan kalimat di atas, yang secara harfiah berarti tidak ada berita yang dapat membayar harga nyawa seorang jurnalis. (Apalagi) seorang jurnalis investigasi. 

Adendum pertama memang benar adanya. Tidak ada produk jurnalistik yang bisa menggantikan nyawa seorang jurnalis. Manusia bukan seperti kucing, yang banyak disebut punya sembilan nyawa.

Kemudian pikiran ini dengan iseng menggelitik pertanyaan ke relung nebula pikiran manusia. Apakah ini rangkaian kalimat yang diartikan secara umum atau khusus?

Mengingat jika kalimat ini sampai ke seorang jurnalis bertype idealis, pasti akan ditolak mentah-mentah.

Idealis versus Oportunis

Bagi golongan berkarakter idealis, kalimat ini berarti sampah. Karena bukan seperti itu halnya jika seorang jurnalis idealis membuat sebuah maestro karya jurnalistik.

Taruhan terakhir bagi seorang idealis adalah nyawanya sendiri. Hal ini sudah Ia sampaikan sewaktu pertama kali menemukan bingkai berita yang menurutnya penting untuk disampaikan kepada publik. Dengan mengacu pada kaidah jurnalistik yang baik dan benar, segenggam nyali di dada, dia dengan bersemangat akan memulai permainan russian roulette  untuk nasib nyawanya sendiri.

Jika akhirnya dia menang, penghargaan pertama yang akan dia dapatkan adalah kepuasan jiwanya yang tidak bisa dinilai dengan harta dunia sebesar apapun. Itu seperti aliran adrenalin yang mengalir deras di setiap nadinya. Rasanya Ia berharga bagi kemanusiaan. Ilmunya bisa bermanfaat bagi banyak orang. Dia melambung ke level tertinggi di cakrawala menulis. Setelah itu dia akan sujud syukur pada Allah Azza Wa Jalla. Dia bermanfaat bagi orang lain.

Namun, hal sebaliknya terjadi pada kelompok oportunis. Tentu saja pernyataan di atas akan ditafsirkan sesuai dengan konsep diri wartawan oportunis berkarakter pengumpul duit.

Mengapa membuat berita jika tidak ada "nilai"? Karakter Idealis memang bodoh, mempertaruhkan nyawa hanya untuk mengejar kepuasan batin. Benarkah kepuasan batin bisa membuat perut keluarga terpenuhi? Sudahlah, pikiran kelompok idealis tidak masuk akal, orang bekerja mencari uang, bukan mencari kepuasan diri. Demikian akal perkeliruan bergumam di benak kepala penuh tagihan hutang dan angan-angan. 

Apalagi jika dua kutub yang berlawanan ini kebetulan bertemu dalam satu bingkai liputan. Debat ilmiah pun menemukan takdirnya. Kaum idealis memiliki semangat untuk membuktikan bahwa kredo "Soal Rezeki Allah SWT yang atur" harus berlaku di dunia yang dia jalani. 

Di sisi lain, pola pikir oportunis dengan keyakinan akan fasilitas uang cukong serta merta membuat dagunya diangkat tinggi. Sebab apa? Karena didalam sakunya penuh dengan uang haram yang siap membuat insan pers pemula takjub dan menyangka bahwa tujuan pers adalah menjadi kaya raya.

Begitulah si DUNGU membodohi pengikutnya di sebuah tempat. 

Dan pada akhirnya, ketika ajal sampai di kerongkongan dan Izrail AS dengan buas mencerabut nyawa, Oportunis akan menjerit dan membenarkan pikiran idealis yang selama ini ditentangnya, dihina-hina namun pada akhirnya terbukti benar. 

Di suatu tempat sejuk di taman-taman surga, kaum idealis akan tersenyum dan bersyukur, pilihannya tidak sepenuhnya salah. Hanya saja tidak dimengerti oleh segelintir orang yang bersujud pada harta dunia dengan tempurung kepala yang kosong. (LH)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun