Pangkalpinang -- Pada bagian kedua jurnal investigasi soal pengungkapan cara kerja mafia tanah yang berkeliaran di berbagai kota di Indonesia, kali ini redaksi akan pilihkan tema modus operandi serta networking yang kerap dipakai sebagai term of reference oleh sindikat pemalsu kepercayaan warga, Minggu (10//11/2019) tahun lalu.
Untuk itu di bab pertama, penulis coba menyatukan puzzle informasi yang dihimpun dalam kurun waktu investigasi mulai Maret 2019 - Desember 2019. Dan ada dua sub judul lainnya, yakni soal Networking dan Tanggapan Praktisi Hukum.Â
Selamat membaca.
I. Modus Operandi
Di beberapa kesempatan bertemu dengan kasus-kasus sengketa tanah yang ada di Indonesia pada umumnya, serta di Provinsi Bangka Belitung pada khususnya. Wartawan seringkali menemui modus operandi yang berbeda satu sama lain.Â
Dalam contoh pertama yang masuk dalam jurnal investigasi, adalah kejadian di desa Mendo  kecamatan Mendo Barat kabupaten Bangka Induk, Provinsi Bangka Belitung, dimana menurut informasi yang masuk ke redaksi, terjadi dugaan pemalsuan dokumen dan penyerobotan tanah. Hal ini menurut informasi tadi dilakukan secara terorganisir dan melibatkan mafia tanah yang kerap dipanggil penduduk setempat dengan sebutan 'makelar'
"Iya modusnya mereka memang mengumpulkan E-KTP warga kemudian setelah dirasa cukup kuota luas lahan yang dibutuhkan, maka mereka secara sepihak atau tanpa diketahui pemilik identitas tadi langsung melakukan proses jual beli di tempat tanpa diketahui oleh perangkat desa," kata salah satu Kadus desa Mendo, saat diwawancara via sambungan ponsel, Minggu sore 10/02/2019.
Selain itu, mafia tanah disebutkan juga melakukan penetrasi ke warga melalui gelontoran dana cash unlimited. Hingga akhirnya, bagi sebagian kalangan yang jarang menjumpai kertas merah alias uang pecahan 100 ribuan, serta merta insting bahayanya otomatis akan sirna. Tatkala disuruh melakukan transaksi palsu diatas lahan yang mereka tidak tahu ada dimana.Â
Perlu digaris bawahi disini adalah, tidak terlibatnya unsur Muspida desa setempat dalam proses akta jual beli yang sarat dugaan, liar tadi. Entah apa yang merasuki mereka, hingga bisa cuek bebek. Walau pada akhirnya di belakang hari pasti akan ikut terseret gelombang besar dugaan pidana kasus penjualan sepihak lahan yang malah masuk dalam izin lokasi yang dikeluarkan di era Bupati Tarmizi. Info terakhir yang masuk, koordinat peta seluas 700 hektare tadi, adalah milik korporasi. Jadi, bagaimana nasib para makelar lahan tadi? Sudah bisa diprediksi sedari sekarang.Â
Kemudian yang kedua adalah, saat investigasi wartawan media ini menemukan fakta kejanggalan dalam kasus lahan ahli waris eks karyawan Bank BRI Kantor Utama Pangkalpinang. Diketahui ada proses penerbitan sertifikat Hak Guna Pakai bernomor 00054 milik oknum pengusaha Jimmy Saputra yang dikeluarkan oleh Kantah BPN Pangkalpinang dan ditandatangani oleh Ka Kantah BPN -saat itu Isnu Baladipa- di tanggal 19 September 2018.Â
Hal ini merupakan cikal bakal sengketa lahan dua belah pihak, dimana pemilik lahan BRI dengan dasar Surat Keterangan Nomor V/1971 dan Buku Ukur Nomor 28/70 hal 40 To 63528, sesungguhnya sudah mengajukan GS Ukur pada BPN Pangkalpinang pada 2016, namun anehnya justru tidak jelas statusnya. Malah sertifikat yang disinyalir aspal tadi yang bisa secara resmi diterbitkan.Â
Sementara itu, dalam wawancara dengan Direktur Kriminal Umum Polda Babel, Kombes Pol Budi Hariyanto, Sik Msi pada Jumat (06/09/2019) di kantornya, Kombes Budi mengatakan bahwa dalam acara rapat yang dihadiri oleh Perwira Bintang Satu Mabes Polri, para Kantah BPN seluruh Babel, Direktur dari Direktorat di Polda Babel, Kasat Reskrim seluruh Polres di Provinsi Babel, Perwakilan Jaksa dari Kejati Babel yang membahas soal Objek Mafia Tanah.Â
"Kami menyayangkan, ketika itu ada narasumber yang sempat berkilah bahwa dirinya merasa tergelitik dengan kondisi-kondisi yang terjadi selama ini. Diantaranya soal Objek Mafia Tanah," sesalnya.Â
Padahal pihak tadi, lanjut Kombes Budi, justru yang memberi tahu pada forum adanya dugaan kekuatan besar yang memback up para spekulan tanah di Kotamadya Pangkalpinang. "Tapi kalau cuma info aja, ini ada mafia tanah, sementara cara mainnya gimana, apa saja ketentuan yang dilanggar, wilayah mana saja yang sudah terindikasi atau belum, ya kita dari pihak penegak hukum jadi agak riskan untuk menyikapinya," urai Dirkrimum Polda Babel.
Kesimpulannya apa para pembaca? Iya benar, pihak kepolisian sendiri sebenarnya sudah open gate untuk bekerja sama saling bahu membahu untuk membongkar struktur kasus yang diduga melibatkan para sindikat mafia tanah. Tapi sayangnya, ada pihak-pihak yang belum bernyali demi menyambut ajakan positif kolaborasi dari pihak kepolisian.Â
Karena sebagai informasi, cara kerja mafia tanah ini mirip-mirip syetan, berbekal rayuan plus ajakan. Yang berujung pada nihilnya fakta. Walau kesalahan atau kongkalikong bisa terbukti nanti di pengadilan.
Ambil sebagai contoh, dalam silang sengkarut sengketa lahan BRI yang masih mengepulkan asap pertempuran dua belah pihak. Ada informasi yang nyantol ke wartawan, bahwa terjadi transaksi jual beli diatas hamparan lahan yang sama. Atau dari lahan seluas 18 276 m sudah ada pelepasan hak seluas 700m. Ini tentunya menjadi bahan pertanyaan, karena ada bongkahan yang lepas saat masih terjadi sengketa. Sementara disaat yang sama, ada pihak lainnya mengklaim lahan seluas 7005m dengan dasar sertifikat 00054 tadi. Nah, jadi rumit kan?Â
Sebagai gentle asking, disini saya bertanya, apakah ini yang dimaksud dari buah karya mafia tanah? Memetik hasil di tengah kobaran sengketa dua belah pihak? Ataukah para pihak yang mengetahui jual beli lahan ini justru pura-pura buta dan tuli sesaat karena diduga mendapatkan cipratan gepokan uang yang lumayan? Sekali lagi biar waktu yang menjawabnya.Â
Hal penting lainnya adalah, pemanfaatan lahan hingga berujung pada pelepasan hak diatas lahan yang sedang sengketa bisa dinilai sebagai karya canggih oknum spekulan tanah. Bagaimana tidak, seharusnya jika memang ingin menyelesaikan sengketa lahan dengan beradu dalil pembuktian keabsahan surat, seyogyanya semua pihak bisa menahan diri untuk tidak menambah timbunan masalah yang sudah ada.Â
Sebab, hasilnya bisa diduga. Jika uang hasil penjualan lahan di tengah kawasan sengketa sudah habis, tentu akan menuai banyak pertanyaan dari pihak yang tahu hasil jual lahan tersebut. Selain nambah masalah, fokus utama dari mengurai benang kusut kasus ditengarai berpotensi gatot, alias gagal total.Â
Kakanwil BPN Provinsi Babel Agus Susanto, pada kesempatan satu wawancara sedikit menjelaskan cara kerja mafia tanah. Yang saat itu berkenaan dengan pertanyaan wartawan soal RUU Pertanahan Pasal 94.
"Misalnya ada pemilik tanah si C. Tiba-tiba ada keputusan pengadilan tanah tersebut jadi milik si A. Nah si A ini berdasarkan keputusan pengadilan ternyata sedang berkonflik dengan si B. Tentu si C ini tidak tahu menahu soal konflik tadi. Padahal si A dan si B, mereka bersandiwara untuk mencaplok lahan si C. Mirisnya lagi keputusan pengadilan tadi dalam bentuk inkrah. Nah perihal seperti itu yang dibidik oleh ketentuan dalam draft RUU Pertanahan pasal 94 tadi," tutup Agus Susanto.Â
II. NetworkingÂ
Mafia tanah, dalam operasinya pasti mempunyai jaringan yang luas. Dan kadang bisa berjenjang hingga ke ranah oknum pejabat hukum. Berjenjang disini maksudnya adalah, mulai dari RT/RW, Oknum Lurah/Kades, Juru Ukur, Saksi Batas, Oknum Camat terus hingga ke pejabat pucuk pimpinan. Belum lagi tali-temali yang berada di lini aparat hukum. Dalam kasus ini, ada sosok oknum kepolisian berpangkat AKBP yang kerap jadi semacam bodyguard untuk tersangka Jimmy (pengusaha showroom yang menyerobot lahan).Â
Beberapa kali wartawan sering dibenturkan dengan sosok oknum polisi ini. Walau cuma terkesan memberi nasehat pada wartawan, namun sedikitnya memberi efek perlambatan pada artikel yang akan ditayangkan berikutnya.Â
Fakta lain yang terungkap adalah, Jimmy sendiri akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kep Bangka Belitung dengan dasar berupa surat LP Polisi LP/B-27//2020/BABEL/SPKT, tanggal 08 Januari 2020, Surat Perintah penyidikan Nomor SP Dik/ 03 /1/2020/Dit Reskrimum, tanggal 14 Januari 2020.Â
Pada titik ini, semua petugas hukum seharusnya bisa saling berkoordinasi satu sama lain. Mengingat pihak tersangka pasti akan sekuat tenaga memberi hambatan, supaya apa? Supaya status tersangka yang melekat pada dirinya bisa tertahan atau bisa perlahan dilupakan kasusnya.
Ahli waris lain, Apit Hermanto dalam pertemuan tadi beberapa waktu lalu mengatakan, bahwa sejatinya pihak Isnu Baladipa atau BPN sangat tahu bahwa tanah itu milik kami sebagai ahli waris, kan pernah diucapkan dalam proses mediasi di bulan Oktober, November, dan Desember tahun 2018 yang lalu, selain itu kami juga di 13 September 2018, pernah kirimkan 'SOMASI' atas nama kantor pengacara ke kantor BPN Pangkalpinang.Â
"Isinya soal SKHUAT untuk dasar penerbitan sertifikat tanah seluas 7000m2 yang diklaim milik tersangka Jimmy Saputra. Karena aneh ada SKHUAT yang dibikin diatas lahan sah milik orang lain," ungkap Apit (55 tahun) di salah satu kedai kopi di pasar mambo kota Pangkalpinang, Sabtu (06/04/2019) dua tahun lalu.Â
Sekarang, kasus njlimet bin ruwet ini memasuki tahapan final. Namun didului oleh gugatan perdata pihak Jimmy Saputra ke ATR BPN Pangkalpinang senilai 2,3 milyar. Jika kasus pelaporan oleh ahli waris akhirnya naik ke persidangan, maka banyak pihak berharap disitu akan terkuak siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab atas terbitnya tiga surat ukur tahun 2016, 2018, dan 2019 diatas lahan yang sama.Â
Sedihnya lagi, potret buram penegakkan hukum di negeri ini masih saja terus bermunculan. Apalagi jika kasus sengketa tanah, kadang nalar sehat kita sebagai warga negara dijungkirbalikan oleh keputusan Hakim. Orang yang istimewa, karena Rasulullah Saw pernah bersabda bahwa kedua kaki Hakim berbeda satu sama lain. Sebelahnya di Sorga jikalau Ia memutuskan dengan neraca keadilan milik Allah SWT. Sebelahnya lagi sudah berkobar menyala di Neraka, jika memutuskan perkara hukum dengan syahwatnya. Di kasus ini, Hakim seolah-olah ingin 'menjajal' berapa derajat celcius sih, api yang setitik saja jatuh ke dunia mampu membakar segalanya.Â
Seperti analisa di paragraf sebelumnya di artikel ini, pihak JIMMY SAPUTRA akhirnya 'memenangkan' pertempuran hukum di laga pembuktian sertifikat Hak Guna Pakai No 00054. Selain akhirnya jadi inkrah, status tersangka JIMMY SAPUTRA otomatis jadi pudar keabsahannya karena dalam sidang berhasil 'memaksa' negara (BPN Pangkalpinang) mengakui haknya dalam sertifikat tersebut.Â
Pada sidang perdana kasus perdata dengan register perkara nomor 6/Pdt.G/2021/PN Pgp antara para pihak Penggugat JIMMY SAPUTRA, dan pihak Tergugat: Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pangkalpinang, digelar di ruang sidang Cakra Gedung Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Kamis 28/01/2021
Dalam sidang yang agendanya dipimpin oleh Majelis Hakim Siti Hajar Siregar, dan Hakim Anggota Hotma Edison Parlindungan Sipahutar, Tanty Helen Manalu dengan Panitera Pengganti Febdryanti. Menurut keterangan petugas front office diagendakan juga akan menghadirkan para ahli waris lahan BRI.Â
"Atas nama Zulkifli Machmud, M. Aris, Sukarti H, Nuruslan Noor, Rudi Kusuma, Muhammadun, serta Hermanto Kusuma," ucap petugas.Â
Pantauan media swarakyatbabel.com di Gedung Pengadilan, nampak hadir kedua pengacara penggugat dan tergugat yang bersiap memasuki ruang sidang Cakra.
Dalam petikan petitum yang dimuat dalam situs resmi Pengadilan Negeri Pangkalpinang disebutkan : Â Mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya ; Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum kepada Penggugat ; Menyatakan tanah Penggugat seluas 14.770M terletak dahulu di Kelurahan Pangkalpinang, Kecamatan Pangkalpinang, Kewedanaan Bangka Tengah sekarang Kelurahan Bukit Besar, Kecamatan Girimaya, Kota Pangkalpinang dengan batas-batas : Sebelah Utara : berbatasan dengan perkarangan Hady Wijaya ( alm.) + 91 M. Sebelah Timur berbatasan dengan perkarangan Hady Wijaya ( alm.) + 150 M. Sebelah Selatan berbatasan dengan perkarangan Satriayanah 120 M. Sebelah Barat berbatasan dengan pekarangan Djohan Riduan Hasan 130 M.Â
"Berdasarkan Sertifikat Hak Pakai No. 00054 tahun 2019 seluas 7.002M serta seluas 7.768M ( belum terbit sertifikat hak pakai ) keseluruhannya adalah sah dan berharga," petikan petitum kedua.
Kemudian disebutkan, menghukum Tergugat untuk membayar kerugian kepada Penggugat berupa ganti rugi kepada Penggugat sebesar luas sisa tanah 7.768M Â X Rp. 300.000,- / Meter2 = Rp. 2.330.400.000,- ( dua milyar tiga ratus tiga puluh juta empat ratus ribu rupiah ).
"Menyatakan Para Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada seluruh isi putusan dengan segala akibat hukumnya," bunyi selanjutnya.Â
Memerintahkan Tergugat (BPN Pangkalpinang), lanjutan petitum, untuk menerbitkan Sertifikat Hak Pakai atas sisa tanah Penggugat seluas 7.768M.
"Menyatakan seluruh surat-surat yang telah diterbitkan oleh Tergugat kepada Penggugat berikut turunannya adalah sah dan berharga," yang lainnya.
Dan terakhir, menghukum Tergugat dan Para Turut Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.Â
Alhasil, para ahli waris yang sudah dalam kondisi tua renta makin nelangsa saja nasibnya. Impian berpuluh-puluh tahun lamanya untuk sekedar meninggalkan warisan tidak seberapa, musnah akibat kelicikan JIMMY SAPUTRA dibantu oleh para aktor lain. Bahkan salah satu pemilik lahan di sengkarut kasus ini, sebelum meninggal pernah berbisik pada penulis agar sekuat tenaga membantu supaya kasus ini bisa selesai dengan seksama.
"Tolong bapak ya dek, bapak sudah tidak kuat lagi, kamu lah saya lihat bisa menghadapi si Jimmy yang menyerobot lahan kami. Semoga kamu selalu dilindungi Allah SWT," ucapnya dengan nafas berat karena menahan sakit.Â
Penelusuran dalam contoh kasus diatas menyajikan fakta yang masih bisa dikaji lebih lanjut. Dan dibuktikan dengan uji akademis serta uji fakta berupa report investigasi lanjutan.
III. Tanggapan Praktisi Hukum
Praktisi hukum di Pangkalpinang, Abdullah Hamsa SH,MH memberi tanggapannya saat dihubungi wartawan pagi ini, terkait dengan carut marut saling klaim lahan antara ahli waris BRI berhadapan dengan pihak oknum penyerobot JS, Jumat 09/08/2019 tahun lalu.
Saat dihubungi via ponselnya, Ia mengatakan pada prinsipnya dari struktur kasus yang ada, Ia menilai sangat patut diduga telah terjadi dua indikasi kesalahan baik perdata maupun pidana.
"Iya, jadinya tumpang tindih ya? Kalau ada sertifikat yang muncul setelah surat keterangan nomor V Tahun 1971, artinya kekuatan suratnya lemah, apalagi yang terbaru tadi bentuknya Sertifikat Hak Guna Pakai," terang dia.
Menurut dia, Berdasarkan pasal 1 butir (9) PP Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.
"Dalam pandangan hukum saya, tetap kuat Surat keterangan Tahun 1971 tadi, dan satu lagi, proses keluarnya sertifikat Hak Guna Pakai tahun 2018 tadi bisa dimintai pertanggung-jawabannya baik secara perdata maupun pidana," tegasnya.
Beberapa waktu yang lalu, wartawan juga meminta keterangan Kakanwil ATR BPN Provinsi Babel Agus Susanto terkait kasus sengketa lahan BRI ini, pihaknya mengakui bahwa sampai saat ini masih menunggu proses pelaporan di Polda Babel.
Terkait dengan status pelaporan tadi, Ia juga mengakui di lahan BRI tadi memang ada konflik atau sengketa antara pemegang sertikat September 2018 dengan ahli waris lahan BRI. "Iya sedang ada konflik, dan kita masukan itu dalam objek mafia tanah," kata Agus Susanto.
Epilog
Maksud hati hendak memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Begitulah kondisi terakhir dari sengkarut kasus sengketa lahan ahli waris BRI Pangkalpinang pada akhirnya. Pengesahan sertifikat JIMMY SAPUTRA oleh PN Pangkalpinang tanggal 28/01/2021 adalah sebentuk game changer. Karena dengan begitu, pihak JIMMY SAPUTRA seolah 'dilegalkan' negara untuk duduk dalam kawasan sengketa yang sertifikat keseluruhannya justru dipegang oleh ahli waris lahan BRI.Â
Sementara itu, pemegang sertifikat yang terbit di bulan September 2018 bernomor 00054 yang ditandatangani oleh Ka Kantah ATR BPN Pangkalpinang, -saat itu dijabat oleh- Isnu Baladipa adalah atas nama pribadi JIMMY SAPUTRA, sementara ahli waris lahan BRI justru memegang bukti kuat surat keterangan nomor 5 tanggal 11 Februari 1971, yang ditandatangani oleh Anwar Yusuf -saat itu- sebagai Kepala Agraria Daerah Bangka.
"Kami sudah mendaftar surat ukur di tahun 2016 bukti terlampir dan membayar sebesar 4 juta rupiah, di awal tahun 2018 juga membayar lagi sebesar 4,8 juta atas perintah Kantor ATR BPN, tapi Di bulan September 2018 justru yang terbit sertifikat seluas 7000 m atas nama JS, ini ada apa?" ucap H Zulkifli saat dikonfirmasi ulang oleh wartawan. (***)
Oleh : Lukman Hakim - Wartawan
Tinggal di Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H