Awalnya wartawan mendapat informasi soal adanya praktek penyerobotan lahan yang dilakukan oleh korporasi jenis sawit pada lahan warga disana. Menimbang bahan liputan kali kni adalah korporasi sawit serta ada beberapa nama oknum institusi tertentu, wartawan tarik kesimpulan harus diliput secara teamwork. Tidak bisa One Man Show seperti sebelumnya. Analisa ini belakangan terbukti, tatkala team turun investigasi ke lapangan. Sampai disana, bukan cuma pendukung Kades saja yang menolak kehadiran wartawan, parahnya semua perangkat desa kompak sudah menyiapkan diri untuk menghadapi team yang datang. Rencana team untuk menginap di rumah salah satu kontak kami, terpaksa dibatalkan demi keselamatan semua anggota team. Esok harinya, wartawan punya ide untuk melibatkan aparat hukum dalam investigasi ke kantor Kades. Sayangnya, setelah dua tiga kalimat berkomunikasi dengan dua komandan aparat hukum disitu, Kades terkesan sudah "menggenggam" komandan beserta anggota mereka. Â
Team sempat putus asa, selain tentunya rasa tidak nyaman pada penyandang dana logistik investigasi. Setelah berembuk, diputuskan untuk meneruskan dengan strategi menyamar sebagai warga penambang di pesisir pantai disitu. Setelah bisa lolos, maka disepakati cuma wartawan dan kontak di desa itu yang meneruskan masuk kedalam wilayah Kades. Agak ngeri-ngeri sedap juga rasanya. Apalagi infonya Kades memelihara sejumlah tukang pukul bayaran di wilayahnya. Konyol jadinya kalau sampai penyamaran sebagai warga penambang tersingkap saat berada dalam kawasan desa. Tapi untungnya, dua hari berada di desa dan beralasan kaki wartawan terkena duri di tempat penambang, wartawan sedikit demi sedikit bisa mengumpulkan bahan soal dugaan penyimpangan yang dipraktekan oleh Kades.Â
Mulai dari pungli akte kelahiran, pembangunan pasar desa yang asal jadi, hingga aktivitas jual beli lahan warga dengan harga murah ke korporasi sawit. Perlu dicatat, praktek jual beli lahan ini sempat dibantu liputannya oleh seorang teman yang bekerja sebagai kontributor televisi nasional. Setelah sepakat, maka ada narasi wartawan yang akhirnya bisa tayang dibacakan sebagai script berita oleh reporter televisi tersebut. Setelah liputan televisi tadi tayang, bisa diperkirakan, kubu Kades tentu murka luar biasa. Mereka tidak habis pikir, bagaimana mungkin rahasia desa yang menurut mereka sudah mati-matian dipendam dengan cara menakut-nakuti warga dengan preman bayaran, kok bisa muncul juga? Di televisi nasional lagi. Kaki tangan Kades segera bekerja mencari sumber kebocoran rahasia Kades tersebut, satu persatu warga ditanyai langsung oleh Kades dan antek-anteknya.Â
Melihat perkembangan situasi tidak menguntungkan, wartawan yang dalam posisi menginap di rumah kontak tadi secara diam-diam pergi keluar dari kawasan desa di pesisir selatan pulau Bangka tersebut. Malam jam 10an mobil wartawan yang berisikan empat penumpang berhasil mengelabui kaki tangan Kades yang berjaga-jaga di pintu keluar desa arah ke ibukota kabupaten di selatan pulau. Mereka bisa terkecoh karena selama berada di desa, wartawan dan temannya selalu bilang berasal dari ibukota kabupaten tadi, akhirnya mereka pikir kalau pun mau keluar desa pasti lewat gerbang yang selatan. Apalagi rombongan yang lain bareng dengan rombongan televisi nasional lewat gerbang selatan. Tapi kami semua tahu, mobil wartawan yang melewati gerbang utara lah yang sebenarnya dicari oleh mereka.
Bukan Cuma Preman, Kades Punya Jaringan pula di Tubuh Oknum Institusi
Setelah lolos dari kejaran kaki tangan Kades, wartawan akhirnya sampai dengan selamat sampai di rumah. Cuma dua hari saja rasa tenang diperoleh wartawan diberikan Kades -konon kabarnya tidak terima dengan pemuatan informasi soal desanya- yang dari orang dekat Kades akhirnya ancamannya sampai ke telinga wartawan. Malamnya, saat sedang bercengkrama dengan keluarga. Hape wartawan berkedip-kedip lampu layarnya, menandakan ada panggilan masuk bukan dari daftar buku telepon. Sewaktu dijawab salam oleh wartawan. Jawaban yang terdengar berupa pekikan seorang penyanyi rock yang hilang nada merdunya. Teriakan, bentakan, sumpah serapah, makian dan ancaman berdesakan keluar dari speaker hape wartawan. Merasa keamanan keluarganya dalam pengawasan orang suruhan Kades. Terpaksa keluarga wartawan sementara diungsikan ke rumah mertua.Â
Esok paginya, barulah wartawan berani meladeni ajakan bertemu dari orang suruhan Kades. Namun lazimnya tukang teror yang bernyali selembut tahu bandung, titik koordinat bertemu di Kantin Markas Kepolisian mentah-mentah ditolak oleh peneror nyali banci tadi. "Kau pikir aku bodoh ya mau kau ajak bertemu disitu, hah!!?" umpat si nyali bombay. Wakakakak. Baru saja kehilangan jati diri di telepon, peneror mendapat serangan balik berupa pelacakan posisi IMEI hapenya dari aplikasi yang tertanam di ponsel wartawan. Dalam bentang layar aplikasi disebutkan posisi si banci galak tadi berada di kawasan Sumatera Selatan. Skrinsut segera dikirim ke aplikasi instan telegram punya peneror (WA wartawan di-block duluan). Setelah dapat kado manis tersebut, sesudahnya nomor peneror tadi mendadak layu alias tidak aktif.Â
Next chapter : Kisah Pelabuhan Jeti Senilai 800 Juta di Muara Desa Kurau (*)Â
Bersambung ...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI