Kedatangannya kali ini tidak seperti biasa, pemodal tadi datang dikawal dengan orang-orang pusat -sebagian membawa investor asing untuk memberi pesan kuat bahwa daerah ini potensial- berkunjung ke kantor Kades tadi. Setelah satu dua kalimat basa-basi diucapkan pemodal, akhirnya janji Kades tadi ditagih, kali ini dengan nama "investasi".Â
Ditolak takkan mungkin, karena Kades tadi sudah dalam posisi tawar yang lemah. Diterima, Kades pun mengerti dirinya akan mendapat hujan protes dari warganya, dan hardikan atasannya langsung yakni, Bupati.Â
Dan disinilah kerakusan para oligarch mulai secara terang-terangan menampakan wujud aslinya. Tiap jengkal wilayah di desa tersebut ternyata sudah dipetakan oleh mereka lewat peta satelit, apa saja potensinya, apa isi kandungan tanahnya, apa yang dipendam dalam perut gunung -seperti PT GNI di Morowali- atau berapa tahun deposit sumber daya alam yang akan dikeruk habis oleh kelompok mereka. Apakah sesuai dengan nilai investasi yang mereka tanamkan? Belum lagi soal performance Kades sendiri yang tentunya bisa dikalkulasi dari cara Kades meminimalisir tiap friksi yang timbul di daerahnya.Â
Apakah Pintu Kolonialisasi OBOR Masuk Lewat Skema "Investasi?"
Dalam scope yang lebih luas, di sinopsis Film No Escape (2015), dikisahkan bahwa tokoh antagonis Hammond -diperankan oleh aktor watak Pierce Brosnan- dalam salah satu script skenario menjelaskan bahwa dirinya dan Kenny bekerja pada pemerintah Inggris. Dia dan agen lain berbicara dengan pemerintah sebelumnya untuk dapat membuat kesepakatan dengan perusahaan Cardiff. Sebab, dengan adanya investasi yang masuk ke daerah tersebut memungkinkan perusahaan pada akhirnya laksana punya pemerintahan sendiri dalam salah satu negara di belahan dunia ketiga melalui utang/investasi.
Adanya kesan Gold-Glory Gospel sebagian bangsa Eropa yang belum pudar pasca merdeka nya Asia dan Afrika, diperkuat lagi dengan scene dialog Hammond yang bercerita sembari berkelakar pada kawan sebangsanya Jack. bahwa dirinya dan Jack sebenarnya memiliki tujuan yang sama.Â
"Iya negara kita maksudku, kita kasih mereka kesepakatan berisi hutang yang kita tahu mereka takkan mampu membayarnya, kita kasih program bantuan sosial seperti sanitasi yang korporasi kerjakan, dan ini adalah pekerjaan kotor," ucap hammond sambil menyulut cerutunya.
Penggalan dialog tadi jika dengan seksama kita baca dan pahami dengan dalam. Sebenarnya sedang dilakukan dengan irisan lebih kecil dan rumit. Ada warga desa memiliki lahan yang terbentang luas, tapi sertifikatnya sudah dimiliki secara sah oleh para investor asing. Ada sumber daya alam melimpah, namun bangsa ini dipekerjakan di tempat-tempat yang tidak menentukan. Ataupun kalau sama, dipastikan akan jomplang salary mereka. Supir pribumi cuma dihargai tiga juta rupiah sebulan. Sementara di posisi yang sama namun diduduki orang asing justru bernilai hampir 20 juta lebih per bulannya. Tapi pembaca tak usah khawatir, kejadian itu tentu bukan terjadi di negara kita. Kan itu cuma digambarkan dalam film No Escape tadi.Â
Kenapa "Investor" Senang Dengan Lahan di Pesisir Pantai Sebuah Negara?Â
Di bulan Februari 2019 yang lalu, penulis melakukan investigasi atas laporan beberapa warga yang khawatir, bahwa tanah adat peninggalan leluhur mereka pada akhirnya lenyap tak berbekas. Alias berpindah tangan ke -saat itu- investor perusahaan sawit yang menurut bisik-bisik akan menanamkan modalnya berupa pembukaan lahan dengan nilai plusnya membangun pabrik olahan sawit disitu. Terdengar merdu dan indah bagi sebuah daerah yang terletak terpencil jauh dari hingar bingar pat gulipat ala sindikat pemangsa lahan. Setelah mendapat "restu" dari "Tumenggung" atau Bupati setempat melalui SK Bupati, investor kemudian langsung merangsek masuk ke jantung utama sebuah wilayah, yakni desa.Â
Bisa diperkirakan ketika rombongan investor tadi datang dengan barisan mobil berharga diatas 500 jutaan, lazimnya warga desa maka akan beramai-ramai keluar rumahnya masing-masing. Persis saat menonton pawai 17-an. Dalam pertemuan yang membahas beberapa poin penting seperti nilai investasi, legalitas perizinan serta kelihaian sosok Kades setempat, investor tiba dalam sebuah kesimpulan. Kades harus didampingi oleh orang kepercayaan boss investor tersebut. Untuk memuluskan rencananya, maka di-rekrutlah pemuda-pemuda setempat hasil dari bisikan Kades. Tugas mereka cuma satu, yakni membuat warga yang punya tanah disitu secara sukarela menjual lahannya ke investor. Tentu ada pusaran uang disini. Konon jumlahnya mencapai belasan miliar seperti pengakuan kuasa lapangan yang berhasil diwawancara oleh media.Â