Mohon tunggu...
Lukluk Anjaina
Lukluk Anjaina Mohon Tunggu... Penulis - Sekjen Pelataran Sastra Kaliwungu

Bercengkrama dengan kata-kata, berkata-kata dengan seksama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gerakan Jateng di Rumah Saja: Intervensi Kultural ala Ganjar Pranowo

9 Februari 2021   10:28 Diperbarui: 9 Februari 2021   10:55 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paling tidak, ini merupakan sebuah ikhtiar kita bersama dalam menekan angka positif dan sebagai bentuk kasih sayang kita pada kota. Semacam memberikan waktu istirahat bagi kota untuk bernafas, memberikan sedikit jeda kota-kota yang sibuk dengan beragam aktivitas produktifnya. Seperti yang kita ketahui, bahwa biasanya kota-kota selalu disibukkan dengan aktvitas manusia, hiruk pikuk terjadi dimana-mana.

Meski dalam berbagai potret yang muncul dua hari lalu, masih terdapat beberapa kesibukan di beberapa titik, namun, setidaknya sudah bisa kita rasakan bagaimana sebuah penurunan polusi dan kesibukan yang hampir sempurna, pusat kota dan jantung kota dapat bernafas lega, pasar-pasar tradisional dapat bernafas lega, dan lalu lintas dengan bebas menghirup udara.

Banjir dan Isyarat Alam

Siapa sangka, meme Ganjar Pranowo dengan tangan mengacungkan jempol bisa mendadak viral pagi-pagi ketika penerapan Gerakan Jateng di Rumah Saja. Ya, meme itu bertuliskan Pie le? Saiki reti to kenopo tak kon neng omah? Neng njobo udan ... (Gimana le --panggilan untuk anak laki-laki? Sekarang tahu kan kenapa tak suruh di rumah? Di luar hujan ...). Meme ini muncul lantaran sejak sabtu dini hari, 6 Februari 2021 cuaca di Jawa Tengah hampir seluruhnya hujan.

Pagi harinya, beberapa wilayah kedatangan tamu air yang melimpah ruah, banjir menggenangi dimana-mana. Sehingga, kondisi yang sedemikian memaksa hampir seluruh komponen masyarakat berdiam diri di rumah saja, menghindari musibah dan mara bahaya yang mengintai di luar rumah. Intensitas hujan yang tinggi, banjir, tanah longsor dan beberapa bencara telah terjadi di beberapa wilayah di Jawa Tengah.

Gerakan Jateng di Rumah Saja seolah menjadi sebuah peringatan dini yang diberikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang telah lebih dahulu mengetaui apa yang bakal terjadi, disamping upaya menekan kasus positif Covid-19. Ganjar Pranowo seolah mendapat bisikan alam dan mengetahui bahwa alam 'sesak nafas', butuh bantuan oksigen berupa istirahat dari kesibukan kota. Sehingga menghimbau masyarakat untuk mengirim bantuan berupa menahan diri di rumah, memberikan jeda atas alam.

Seperti halnya manusia, alam juga butuh berlibur, maka, apa yang telah dilakukan selama dua hari kemarin adalah kebijaksanaan kita dalam memberikan libur pendek untuk sebuah kota tinggal, memberikan kesempatan untuk kota bercumbu dengan keindahan alam, bercumbu dengan udara segar yang hampir tak pernah dirasakannya sama sekali. Maka, jika melihat potret visual pada kota di Jawa Tengah dua hari lalu, merupakan sebuah pencapaian yang cukup besar atas kesadaran dan kekompakan bersama berkaitan dengan bentuk kepedulian kita.

Intervensi Kultural ala Ganjar Pranowo

Kebijakan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menekankan pada sebuah ajakan dan gerakan bersama yang tidak disertai oleh hukuman, sanksi, maupun denda. Hal ini disampaikan oleh gubernur dalam video singkatnya di Instagram, beliau menekankan berkali-kali bahwa gerakan tersebut hanya dua hari saja. Lebih lanjut, beliau menyampaikan bahwa gerakan ini tidak ada paksaan untuk masyarakat serta tidak ada sanksi dan denda.

Melihat dari sifat dan penerapannya, gerakan ini merupakan sebuah ajakan yang super halus dalam mengetuk hati dan kesadaran masyarakat. Gerakan ini terbukti mampu menunjukkan betapa kompaknya masyarakat Jawa Tengah dalam upaya memutuskan persebaran Covid-19 di Jawa Tengah. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini merupakan kebijakan yang didasarkan pada pendekatan kultural dan berbasis kearifan lokal.

Jika kita melihat tipe masyarakat kita, mereka cenderung lebih mudah nurut akan suatu kebijakan yang tanpa paksaan, tanpa intervensi kekerasan. Cara-cara yang dilakukan dalam menerapkannya tidak disertai oleh hukuman dan sanksi sosial di masyarakat. Sehingga tak heran, jika kebijakan ini pada penerapannya mampu menunjukkan betapa masyarakat kita patuh pada Ulil Amri atau biasa dikenal dengan Sami'na Wa Atho'na.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun