Berilah kail, bukan ikan. Seratus dua ribu hasil, terjaring dengan Google  searching engine, saat keyword tersebut saya ketikkan. Sebuah nasehat yang jamak.  Namun, berapa sering kita memberi kail, dan tak satupun ikan yang bisa terkail ? Sementara perut sudah merintih kelaparan. Pada saat seperti ini, jelas ikan lebih baik daripada kail, karena kail tidak bisa dimakan :-D Dan berapa sering kita mendapati tools yang beraneka rupa namun gagal untuk diberdayakan dengan maksimum ? Alih-alih diberdayakan dengan maksimum, dibuka dari kardusnyapun tidak :)
Mengapa ?  "Saya tak tahu bagaimana menggunakannya..."    Bagus! Banyak kesia-siaan jika kita memikirkan ketiadaan alat untuk mendapatkan target. Akan lebih bermakna jika kita memikirkan cara untuk mendapatkan target. Karena cara akan membawa kehidupan dari tiadanya alat menjadi ada. Dan membawa keberadaan wujud alat yang tak terbelenggu pakem, namun menjelajah lepas kreatifitas dari keterbatasan di sekitar.
Yes, you got it right!
Think positif..
Saya sudah berjibaku memikirkan caranya, tapi saya tak tahu bagaimana memulai.. Aha! Memahami kasus dan mencari penyelesaiannya adalah irama kehidupan. Mencari cara untuk mensolusikan masalah adalah nafas dari kehidupan. Apakah warisan terbaik untuk seorang anak ?
Ahlak dan Ilmu.
Sering kita terjebak memikirkan pilihan keilmuan, membantu anak untuk mendapatkan sebanyak mungkin ilmu, dengan membenamkannya pada sederet aktifitas les sana-sini, membantu membimbingnya untuk mampu mengidentifikasi keinginannya untuk memilih bidang keilmuan selepasnya dari SMA dst.
Hidup adalah pilihan, dan sepanjang hidup kita selalu memilih, Semakin hari pilihan pilihan itu begitu beragam dan kompleks. Dan tak mungkin kita selalu membimbing anak-anak untuk memilih di dalam semua kesempatan saat  pilihan itu datang pada mereka.
***
"OK, anda akan mengidentifikasi wajah dari bentuk hidungnya"
"Apakah hidung manusia adalah hal yang unik ?"
** diam **
"Apa hal unik yang anda kenal untuk mengidentifikasi identitas seseorang ?"
"Sidik jari"
**OK, jadi ia tahu maksud pertanyaan saya tadi**
"Baiklah, jadi output apa yang anda harapkan dari program anda ini ?"
** diam **
" nama, nomor KTP atau nomor Pegawai ?"
**diam**
Masih sibuk memilih kiranya
"Apa input program yang anda bayangkan ?"
**diam**
"Terus terang saya masih bingung, dan butuh bimbingan..."
Olala!
***
Sungguh saya terpana. Bisa jadi banyak orang tahu apa yang ia inginkan, tapi tak tahu apa yang mesti ia lakukan, bagaimana mencapai apa yang ia inginkan.
1% Inspiration, 99% Perspiration and Perseverance
Apa sih wujud dari usaha ? Bagaimana proses belajar itu sesungguhnya ? Perulangan! Dengan perulangan atas kasus yang serupa, maka kemampuan retrieval akan semakin baik. Sehingga respond yang cepat (pengambilan keputusan)  atas suatu kejadian bisa diandalkan dari kemampuan retrieval ini.
Tentu saja bukan hanya cepat, namun akurat. Kemampuan ini bukan ada karena "bim salabim" Karena semua yang sim salabim alias instant akan hilang secepat uap kopi panas di pegunungan Himalaya. Bahkan pondasi bangunanpun tak bisa di-rush untuk segera dipasang bata diatasnya, demi kekuatan bangunan. Dan putih telur yang dikocok dengan rpm langsung tinggipun mudah sekali mencair kembali.
Yah, hal yang lebih penting dari memberi kail adalah membimbing agar memiliki keterampilan membuat kail!    Ilmu yang tertinggi dari segala ilmu adalah bagaimana menetapkan target dan memecahnya menjadi bagian-bagian kecil target yang lain.
Seorang teman dalam briefing touring Pekanbaru - Sumbar mentertawakan bagaimana seseorang memiliki GPS namun tidak memanfaatkan habis-habisan GPS yang mereka miliki dengan hanya menarik garis antara dua titik saja : start dan finish :)Â Bisa jadi karena memang mereka tak terlatih untuk memecah hal besar menjadi bagian bagian kecil agar target terakusisi dengan presisi. Sebuah contoh lain bahwa ikan tak selalu diperoleh dengan membawa kail :)
Bagaimana caranya agar memiliki keterampilan tersebut ? Mulailah sedini mungkin, dari hal-hal sederhana kehidupan. Berilah ruang dan waktu untuk menemukan solusi sendiri, dan bersabar serta berdoa. Agar ia menemukan keyakinannya, bahwa ia bisa mengambil keputusan. Berdiri di sampingnya, merengkuh tangannya dan menemani serta menguatkannya  melintas badai, bukan menggendongnya dan mencari semua cara untuk menghindarkannya dari badai.
Agar suatu saat nanti ia bisa berdiri tegak di tengah badai, membimbing keluarganya ke laut yang tenang.
Membimbing untuk belajar bagaimana cara belajar, menetapkan target besar dan memecahnya menjadi bagian bagian kecil, lalu menitinya ke titik-titik yang telah dibuat dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada saat itu.
Dan pada akhirnya percuma mempermasalahkan tiadanya prasarana, sebagai alasan tidak tercapainya target. Karena kailpun bisa jadi tak ada gunanya sama sekali, jika tak tahu bagaimana menggunakannya. Sementara jiwa dengan  ilmu memerdekakan keterbatasan sumber daya dan mencipta seribu satu kail aneka rupa untuk meraih target.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H