Pada suatu sore sohibku datang ke rumahku naik sepeda, turun dari sepeda dan hanya mengucapkan “ibukku meninggal” , kemudian pulang ,sohibku tidak dengan mudah mengekspresikan kesedihannya.
Aku melayat dan ikut mempersiapkan kebaktian penguburannya. Semenjak kejadian ibunya meninggal, sohibku ini jarang pulang kerumah, dia main dari satu teman ke teman lainnya.
Setelah masa dukanya berlalu, aku sering memberikan dorongan dan semangat untuk mengembangkan bakat melukisnya sambil untuk menghibur dia.
Pada suatu waktu tanpa diduga atau memberikan kabar lebih dulu, Sohibku datang ke rumahku dengan membawa gulungan kertas,setelah kubuka adalah suatu lukisan dengan cat air, aku memandang lukisan itu sungguh terkesan dan yang paling menarik bola mata dari lukisan tersebut Nampak hidup, mengngagumkan.
Beberapa hari kemudian ibuku membelikan pigura, oleh ibukku dipasang didinding rumah Sambil mengucapkan terima kasih, Peristiwa ini saya ceritakan kesohibku tetapi reaksinya biasa biasa saja , tidak nampak kegembiraan.
Setelah lulus SMA sohibku bertekat tidak ingin menjadi seorang pelukis, ia melanjutkan studinya ke kota Solo, untuk meneruskan cita citanya supaya dapat menjamin secara finansial untuk masa depannya.
Walaupun berbeda kota untuk kuliah , Persahabatan dan komunikasi dengan sohibku tetap berlangsung ,setiap liburan kami pasti pulang kekota kelahiran kami untuk saling cerita pengalaman masing masing yang menambah keakrapan kami, manakala selesai liburan dengan rasa berat kami saling berpisah untuk Kembali kekota dimana kami kuliah.
Pada akhirnya, sohibku menyelesaikan sarjana muda hukumnya, kemudian mencari kerja di Bandung ikut bergabung kerja dengan teman kami yang pemborong, setelah bekerja beberapa tahun, sohibku tidak kerasan karena usaha pemborong teman kami mulai kesulitan proyek .
Sohibku pindah ke Mataram ikut kakaknya untuk bekerja di salah satu rumah sakit daerah. Mengingat umurnya sudah leawat, sohibku hanya dapat diangkat sebagai pegawai Honorer daerah di bagian dapur untuk mengantarkan makanan ke para pasien Rumah sakit.
Komunikasi dengan sohibku masih tetap terjaga. Bila aku bertugas ke Mataram, saya sempatkan mampir kesohibku tersebut dan disela tugasku kami jalan dan makan bareng.
Aku masih terus mendorong dan memberikan semangat sohibku untuk mulai melukis lagi. Dengan segala keterbatasan pada akhirnya sohibku mulai melukis dengan peralatan yang terjangkau sesuai penghasilannya yaitu dengan membeli cat air dan kanvasnya menggunakan bekas film ronsen yang sudah dibuang di tempat kerjanya untuk digunakan sebagai kanvasnya.