Mohon tunggu...
Lukas amabayo
Lukas amabayo Mohon Tunggu... Lainnya - lukas ama bayo

menulislah, maka dunia akan mengenalmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adonara dan Sebuah Tradisi Perang yang Unik

20 Oktober 2020   18:11 Diperbarui: 20 Oktober 2020   18:17 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: facebook.com/eM.epenkah.co.id

Pulau pembunuh (killer island) adalah sebuah julukan yang diberikan oleh seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya yang berjudul "Ata Kiwan" yang diterbitkan pada tahun 1932. Sebuah alasan yang mungkin masuk di akal ketika mendengar Adonara sebagai pulau pembunuh. 

Ada beberapa versi mengenai asal nama Adonara, salah satunya  sangat relevan dengan julukan pulau pembunuh, yakni Adonara yang terdiri dari 2 suku kata yakni Adok dan Nara. Adok sendiri berarti adu dan nara berarti teman. Jadi Adonara sendiri berarti adu teman. 

Jika kita menarik kesimpulan dari sudut pandang Vatter dengan membandingkan Adonara dari dua suku kata di atas maka vonis yang diberikan Vatter bisa diperhitungkan kebenarannya. 

Namun jika kita mengkaji lebih dalam tentang sejarah dan peradapannya, julukan itu terlalu melebihi watak dan perilaku orang Adonara yang sesungguhnya. Kemungkinan Vatter hanya melihat kejadian yang tampak di permukaan saja. Karena menurut saya, ada sebab yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan. Tidak ada seorangpun di Adonara yang membunuh dengan alasan hobi.

 Adonara adalah sebuah pulau kecil di ujung Flores, NTT, Dengan mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai petani dan nelayan. Masyarakat dengan mata pencaharian sebagai petani biasanya hidup di pedalaman atau di kaki bukit Gunung Boleng. 

Mereka sering disebut ata kiwan. Sedangkan orang-orang pantai yang bermata pencaharian sebagai nelayan biasa disebut ata watan. Masyarakat Adonara sangat memegang teguh kepercayaan, tradisi serta adat istiadat. Mereka mempercayai Rera Wulan Tanah Ekan (Tuhan) sebagai wujud tertinggi yang menciptakan dan menguasai alam semesta.

Masyarakat Adonara mempunyai sebuah tradisi dan budaya perang yang sangat unik. Berbeda dengan kelompok etnik di flores lainnya. Tradisi perang inilah yang membuat orang-orang melegitimasi Adonara sebagai pulau pembunuh. sebenarnya julukan itu terlalu kasar bagi orang Adonara. Perang di Adonara sendiri semata-mata untuk mencari keadilan dan kebenaran. 

Mure deino, nalan gokano peke lewum ( jika kau benar, kau akan hidup.  Jika salah, engkau akan mati). Itulah kalimat atau koda yang dianggap sangat sakral dalam sistem keadilan di Adonara. 

Saya merasa bahwa dalam  kelompok masyarakat di luar pulau Adonara juga menerapkan prinsip keadilan dan kebenaran yang sama. Namun cara untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran tidak sama seperti masyarakat Adonara. 

Perang adalah satu-satunya jalan untuk mencari kebenaran dan keadilan. Kebenaran atau keadilan itu akan terungkap ketika salah satu pihak lebih banyak korban yang meninggal atau mengalah.

Praktik perang di Adonara terbilang sangat unik, tidak seperti perang gerilya atau perang suku dalam etnis lainnya. Perang di Adonara semata-mata hanya merebut tanah dan mempertahankan harga diri seorang perempuan. Mereka akan menetapkan hari dan tanggal serta menentukan lahan atau lokasi sebagai tempat untuk saling membunuh. 

Ketika pagi datang mereka mulai turun ke lokasi yang telah ditentukan. Ketua atau pemimpin perang akan melepaskan anak panah dari busurnya untuk memberikan tanda bahwa perang segera dimulai. Biasanya perang dimulai pada pagi hari sekitar jam 06.00 sampai sekitar pukul 09.00. Ada jeda waktu untuk rehat sejenak. 

Biasanya jam istrirahat inilah para tetua adat atau pemimpin perang saling diskusi memberikan instruksi serta strategi dalam perang. Perang dimulai lagi sekitar jam 15.00 sampai 18.00 wita. Perang tanding ini bisa juga dikatakan perang saudara. 

Karena masyarakat Adonara memandang orang sebagai kakan no arin (kakak dan adik). Oleh karena kakan no arin inilah maka perang tanding memiliki peraturan yang sangat ketat yakni perempuan, anak kecil, atau orang-orang yang tidak terlibat dalam masalah atau konflik tidak boleh dibunuh.  

Merujuk pada akar kata Adonara, ado dan nara. Nara adalah teman atau sekutu. Jika kita melihat perang dunia kedua, negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, Dan Tiongkok adalah empat sekutu terbesar pada perang dunia kedua. 

Mereka disebut sekutu karena terjadi kesepakatan bersama untuk bersatu melawan kelompok yang lainnya. Hal ini juga terjadi pada masyarakat Adonara. 

Sekutu atau dalam bahasa Adonara disebut nara adalah gabungan dari beberapa kampung atau kelompok suku tertentu yang bersepakat untuk bersatu dalam tujuan yang sama melawan kelompok suku lainnya. 

Maka perang yang biasanya hanya melibatkan dua kampung atau kelompok suku tertentu menjadi besar lantaran keterlibatan nara dalam perang. Kehadiran nara dalam perang itu terjadi karena faktor kekeluargaan antar kampung atau suku (nayu baya).

Pada awal mula, perang di Adonara hanya menggunakan peda (parang), gala (tombak), serta dopi (perisai), yang sampai sekarang masih melekat dalam tarian hedung. Benda-benda lain seperti keris, senapan atau pistol maupun senjata rakitan lainnya tidak diperbolehkan dalam medan perang. Namun moderenisasi telah membawa dampak buruk bagi manusia atau orang Adonara sendiri dalam menata perang. 

Sehingga pada tahun-tahun belakangan ini justru benda-benda yang telah menjadi kesepakatan dalam perang zaman dahulu sudah hilang. Orang-orang lebih mengedepankan keegoisan untuk kepentingan kelompoknya. Sehingga senjata-senjata rakitan banyak sekali ditemukan saat perang tiba.

Hal yang sudah menjadi pewaris tradisi perang adalah ritual adat sebelum turun ke medan  perang. Ritual ini dalam bahasa Adonara disebut bau lolon. Bau lolon adalah sebuah ritual untuk memadukan kekuatan Rera Wulan dan Tanah Ekan (Tuhan) sebagai sumber kekuatan bagi manusia. Sesuatu yang dimulai dengan ritual bau lolon akan menjadi sakral. Kebenaran dari ritual bau lolon ini akan terungkap dengan darah ketika salah satu pihak meinggal dalam jumlah yang banyak.

Orang Adonara menyebut perang adalah sebuah keberanian. Berani merebut keadilan. Keadilan yang merenggut nyawa. Jika nyawa sebagai taruhan dalam mencari kebenaran maka lakukanlah dengan prinsip adat. 

Karena yang mengambil nyawa adalah Tuhan sendiri. Dan IA sudah hadir dalam ritual Bau Lolon. Dalam ritual inilah kita meyakini bahwa ada sumber kekuatan dari Rera Wulan Tanah Ekan yang kita sebut Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun