Mohon tunggu...
Luhur Pambudi
Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Staff Pengajar SOBAR Institute of Phylosphia -

Perut Kenyang Hatipun Senang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Betapa Tidak Menarik Politik Ekstra Parlemen Kampus, Belakangan ini (2)

24 Agustus 2018   19:59 Diperbarui: 24 Agustus 2018   21:22 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Saya pribadi seringkali mendengar postulat semacam ini, dari beberapa sahabat, kawan, dan saudara-saudara aktivis saya di dalam kampus. Dan memang mudah ditebak, jika mereka memiliki kecenderungan pemikiran yang sedemikian sempit. Menjadikan beberapa hal yang lebih substansial dari sebuah demonstrasi, tak ubahnya sebatas isapan jempol belaka. Kita percakapkan saja sedikit tentang hal ini. Demonstrasi sebagai suatu bentuk gerakan mahasiswa, bukanlah hal patut dihindari, justru pada situasi tertentu, cara-cara pengerahan massa harus dipilih. 

Meskipun sangat beresiko pada kenyataannya, juga rentan konflik fisik dengan aparat atau warga yang tak terlibat, juga butuh modal besar untuk mendanai gerakan, dan butuh mobilisasi massa yang juga tak mudah. Tapi gerakan mahasiswa dengan format pengerahan massa juga perlu dipahami adalah satu bentuk alternatif akhir, bahkan sering kali dianggap sebagai alternatif yang (jika dimungkinkan) harus dihindari untuk sebuah upaya penyelesaian masalah, setelah format lain dalam gerakan mahasiswa seperti diplomasi, diskusi, simposium, jajak pendapat, tarung wacana, revisi, atau interupsi telah menuai jalan buntu dan tak mengakhiri masalah. 

Dan saya pikir siapa (mahasiswa) yang tak tau akan hal ini, tapi kenyataannya ya begitulah, gerakan pengerahan massa dengan cara demonstrasi (oleh mereka adik-adik kita) menjadi niat, ikhtiar, dan tujuan utama gerakan mereka.

Hanya kata maklum, yang dapat kita terima sebagai penjelas dari kegamangan gerakan-gerakan mahasiswa yang melulu pengerahan massa. Mungkin mereka jarang membaca romantisme sejarah tentang gerakan mahasiswa dahulu. Tapi, tak apalah, mau bagaimana lagi.

Romantisme tentang gelombang besar gerakan mahasiswa yang terakhir saya pikir masih dipegang oleh angkatan 1998, dengan membongkar dominasi orde lama yang mengakar puluhan tahun. Tapi angkatan 1998 bukanlah sekelompok mahasiswa dengan mulut besar dan tindakan anarkis belaka, yang tanpa paradigma atau landasan berfikir yang dapat dipertanggungjawabkan. 

Karena gerakan yang meletus di tahun itu, adalah kulminasi dari 10 tahun sebelumnya untuk konsisten dan serius mengkaji permasalahan dari rezim orde baru, dan tak sekali duakali konsolidasi antar elemen perjuangan, hingga tiba pada suatu jawaban akhirnya, bahwa rezim orde baru harus tumbang dengan cara menggulingkannya menggunakan kekuatan massa, di tahun itu. Dengan kata lain, gerakan mahasiswa dulu adalah gerakan yang benar-benar bergerak secara logis, tepat sasaran, kritis dan transformatif (jalur diplomasi dahulu, baru alternatif terakhir digempur pakai demonstrasi besar-besaran).

Kendati pertanyaan mendasar sulit untuk kita hindarkan agar percakapan ini menjadi basah dan berasap; apakah gerakan itu benar muncul akibat kesadaran kolektif secara mandiri dari elemen perjuangan rakyat dan pelajar? Apakah mustahil tak ada campur tangan pihak lain? Perdebatan senantiasa menarik untuk kita picu dalam menelanjangi kronik pengerahan massa oleh pelajar di masa itu. 

Tapi satu pandangan yang turut merangkum analisis kritis terhadap peristiwa bombastis di masa itu adalah, bahwa gerakan ditahun 1998 bukan karena kausalitas dari suatu keadaan lama menuju keadaan yang lebih baru, tapi itu hanyalah fase yang memang sudah waktunya untuk terjadi, tanpa perlu kita bangga-banggakan terutama bagi kalian para mahasiswa yang hidup di sisa-sisa zaman.

Setelah kita mengetahui esensi dasar dari keberadan organisasi mahasiswa ekstra parlementer kampus yang identik dengan format gerakan pengerahan massa. Sedikit ada paradoks mungkin, antara tak pernah membaca atau keliru berfikir, yang mengakibatkan mahasiswa sebagai entitas gerakan menuju perubahan, dianggap tak lagi menarik bagi penguasa (objek sasaran yang lazim mereka kritik). Atau jangan-jangan, karena tak pernah membaca mengakibatkan keliru berfikir, sampai-sampai gerakan yang dilakukan, keliru semua dan tak kena sasaran.

Kini kita coba membaca tentang, inti dasar dari entitas gerakan mahasiswa yang dipelopori oleh organisasi ekstra parlementer kampus. Mungkin pembahasan ini agak segar bagi mahasiswa yang sebelumnya tak tau menau, atau tak mau tau tentang dinamika mahasiswa yang sebenarnya sangat kompleks. Tapi pembahasan ini akan menjadi tidak menarik bagi para sahabat-sahabat, kawan-kawan atau saudara-saudara aktivis saya, karena mereka adalah figur utama atau pelaku-pelakunya.

Kita menyadari bahwa percaturan politik didalam miniatur negara kampus kerap dipolitisir oleh para mahasiswa dari latar belakang organisasi ekstra perlementer kampus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun