Karena kebiasaan pemilik lambe yang demikian, maka ada istilah nama lambe turah, lambe lamis, lambe nyinyir dan sebagainya. Istilah lambe-lambean itu memiliki arti tidak lebih dari sifat pemilik lambe yang banyak bicara dan suka bergosip. Bahkan saking identiknya lambe dengan gosip, istilah lambe-lambean itu kini banyak dipakai sebagai akun gosip di media sosial.
Keberadaan akun gosip lambe-lambean di media sosial ini karena permintaan yang tinggi dari kita sebagai pemilik lambe akan sebuah bahan untuk bergosip ria. Sebagai seorang penggosip kita biasanya selalu ingin tahu tentang apa saja terlebih dahulu dan eksklusif. Seringkali kita masih belum puas dengan berita dari media infotainment yang dianggap datar-datar saja.
Kebutuhan kita akan sebuah gosip yang sulit dipenuhi media infotainment menjadi peluang bagi akun-akun gosip itu. Melalui pola citizen journalism memungkinkan akun lambe-lambean ini mendapatkan informasi eksklusif langsung dari rakyat untuk rakyat yang tidak dimiliki media infotainment. Maka tidak heran apabila akun lambe-lambean ini punya pengikut sampai tiga juta akun. Ini juga yang menjadi tantangan sendiri bagi media infotainment yang kekinian juga dituntut menyajikan berita infotainment yang selain akurat juga cepat.
Keberadaan media sosial dengan fenomena akun gosip lambe-lambean juga membuat istilah lambe yang salah satunya sebagai sarana untuk menyebarkan informasi termasuk gosip mengalami pergeseran.Â
Melalui media sosial kita tidak lagi bergosip hanya dengan lambe atau bibir saja. Di media sosial kita bisa menyebarkan informasi atau bergosip tentang segala hal dengan jempol tangan, bukan lambe. Yap, jempol tangan kini sudah bisa membantu peran lambe dalam menjalankan fungsinya.
Sebagai pemilik lambe kita bisa dinilai tidak hanya seberapa indah bentuk lambe, tetapi juga tentang apa yang sudah dilakukan dengan lambe kita. Termasuk peran lambe dalam berbicara sebagai fungsinya untuk menyebarkan informasi, apakah informasi yang sudah kita sebarkan dengan lambe sudah benar dan bermanfaat atau tidak.Â
Namun penilaian itu kini tidak sepenuhnya berlaku, meskipun lambe kita sudah banyak diam, bisa saja kita dinilai banyak bicara kalau jempol tangan banyak nyinyir, turah atau lamis.Â