Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Legenda Gunung Kawi, Kisah Mbah Djoego yang Religius dan Suka Menolong

4 Februari 2018   06:06 Diperbarui: 4 Februari 2018   07:51 3873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Festival Pesona Gunung Kawi 2017. Dinas Pariwisata Malang.

Pada suatu hari Mbah Djoego mendapatkan firasat tentang kematiannya dan sesuai petunjuk ia harus dimakamkan di lereng Gunung Kawi Malang. Ia lantas meminta tolong Soedjono dan sejumlah warga pergi ke gunung untuk babat alas. "Tolong buatkan saya satu liang kuburan di sana. Kalian bisa tinggal di sekitar sana kelak bersama anak cucu," kata Mbah Djoego.

Rombongan pun segera berangkat dengan pimpinan Ki Wonosari. Selesai babat alas, mereka kemudian membuat rumah untuk menetap juga sebagai padepokan. Di situ seluruh rombongan berunding dan disepakati nama tanah babatan itu Dusun Wonosari yang diambil dari nama pimpinan rombongan.

Pada hari Senin Pahing tanggal Satu Selo Tahun 1817 M, Mbah Djoego wafat. Jenasahnya dibawa dari Dusun Djoego Kesamben ke dusun Wonosari Gunung Kawi, untuk dimakamkan sesuai permintaan beliau yaitu di gumuk (bukit) Gajah Mungkur di selatan Gunung Kawi, kemudian tiba di Gunung Kawi pada hari Rabu Wage malam, dan dimakamkan pada hari Kamis Kliwon pagi. Pada hari Rabu Kliwon tahun 1876 Masehi, R.M. Iman Soedjono wafat, dan dimakamkan berjajar dengan makam Kanjeng Mbah Djoego di Gumuk Gajah Mungkur.

Beberapa puluh tahun kemudian, seorang pria Cina bernama Ta Kie Yam atau Pek Yam datang ke makam Mbah Djoego di Gunung Kawi. Konon pria itu anak wanita Tionghoa yang pernah ditolongnya. Ia diminta ibunya mencari Mbah Djoego yang telah berjanji dalam hatinya untuk membalas kebaikan kakek yang pernah menolongnya. Namun sayangnya, Mbah Djoego telah tiada. Pek Yam kemudian memutuskan mengabdikan dirinya untuk tinggal di situ merawat makam Mbah Djoego. Kedatangannya juga memberi manfaat bagi warga sekitar dengan membangun jalan menuju ke makam.

Konon keimanan Mbah Djoego semasa hidup yang kuat menjadikannya sebagai perantara doa yang baik kepada Tuhan. Sekalipun ia sudah meninggal. Banyak kisah kesaksian orang-orang yang doanya terkabul setelah berdoa di makamnya. Baik doa memohon kelimpahan rezeki, kesehatan, jodoh dan segala permohonan lainnya. Kesaksian kisah ini membuat makam banyak dikunjungi orang dari berbagai agama yang ingin berdoa.

Sejak adanya makam Mbah Djoego yang dirawat Pek Yam, Gunung Kawi di Malang, Jawa Timur ramai dikunjungi orang yang ingin berziarah. Namun seiring perkembangan, banyak orang yang gagal paham dalam berdoa. Orang-orang yang datang meyakini dengan berdoa di makam Mbah Djoego bakal mendatangkan kekayaan. Gunung Kawi kemudian lebih dikenal dengan tempat pesugihan. Fenomena ini tentu saja menyimpang dari kepribadian Mbah Djoego semasa hidup yang religius dan suka menolong siapapun yang membutuhkan.

Cerita ini termasuk Legenda karena merupakan prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Cerita ini memberi pelajaran kepada kita untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Setiap perbuatan baik pasti akan mendatangkan kebaikan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Setiap orang kesusahan wajib untuk ditolong tanpa melihat suku atau agamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun