Wargas adalah salah satu komunitas LGBT yang kini telah diterima masyarakat. Namun perjuangan mereka tidak mudah, perlu waktu yang panjang meyakinkan masyarakat bahwa mereka bukan manusia jahat. Namun tidak sedikit komunitas LGBT di tempat lain yang tidak diterima mulai dari keluarga sampai masyarakar sekitar.
Kenapa Malu Punya Mahasiswa Gay?
Saran saya terhadap Rektor UB tidak perlu hirau terhadap kata orang yang bicara Pria Gay itu jahat. Kalau perlu rangkul mereka dan jadikan Persatuan Komunitas Gay Universitas Brawijaya sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Mahasiswa baru sekarang rupa-rupanya sudah mulai bosan dengan UKM yang itu-itu saja, band-band-an, pecinta alam, fotografi, pencak silat dari tahun ke tahun begitu saja.
UB Â juga dapat bermitra dengan komunitas gay dalam hal riset atau penelitian. Terutama penelitian mengenai LGBT. Kenapa mereka bisa menjadi LGBT dan sebagainya. UB sebagai perguruan tinggi tempatnya orang-orang berilmu dan berwawasan luas tidak sepatutnya sereaktif ini menyikapi keberadaan komunitas gay.Â
Melalui dosen/mahasiswa Teknologi Informasi (TI) mereka bisa verifikasi grup facebook ini benar tidak punya komunitas gay atau cuma ulah orang iseng saja. Melalui dosen/mahasiswa Psikologi dan Sosiologi bisa dicari tahu kenapa mereka pilih jadi gay.Â
Syukur lahir teori baru mengenai LGBT dari akademisi Indonesia. Tidak melulu peneliti dari wong kulon saja. Itu lebih berfaedah untuk UB sebagai lembaga pendidikan yang bereputasi dari sekadar menolak komunitas gay yang mungkin demi citra baik saja. Kini kesan yang ditunjukkan UB seakan mereka sudah jijik duluan sebelum berinteraksi dengan anggota komunitas ini.
 Tanpa berpikir dahulu misalnya bagaimana membuat gay menjadi tidak gay. Padahal kalau UB masih ingat tridharma perguruan tinggi, itu salah satu tanggungjawabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H