Sebagian dari kita seakan merasa phobia dengan orang-orang terduga lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Kita seringkali menghakimi mereka sebagai orang dengan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma-norma kesusilaan.Â
Mereka itu telah melawan kodrat sehingga tidak layak dimaafkan dan harus enyah dari lingkungan sekitar kita. Bagaimana tidak, manusia sebagai makhluk hidup yang diciptakan berpasangan antara pria dan wanita untuk saling berhubungan, mereka justru berhubungan dengan sesama jenis atau berpenampilan tidak sesuai jenis kelaminnya.
Padahal sebagian dari kita yang kontra LGBT masih belum mengenal betul siapa mereka tetapi sudah menolak mentah-mentah. Seakan tidak ada lagi kesempatan bagi LGBT untuk menjelaskan.Â
Tanpa kompromi kita menghindarinya karena dianggap sebagai penyakit menular. Bahkan saking phobia dengan LGBT belakangan banyak orang menghakimi sejumlah orang sebagai LGBT tetapi nyatanya bukan.
Orang tertuduh itu di-bully habis-habisan sampai kehidupannya hancur, tetapi setelah si tertuduh klarifikasi dan pem-bully tahu perbuatannya salah hanya meminta maaf. Tentu permintaan maaf ini sebenarnya tidak sebanding dengan kerugian akibat kesalahannya. Nah, supaya tidak salah sangka lagi yuk lebih dekat dengan LGBT.
Mereka langsung beranggapan kalau lelaki bergandengan tangan, cium pipi kanan kiri, bercengkerama mesra atau berfoto akrab berdua dengan sesama lelaki sebagai gay.
Begitupula ketika wanita dengan sesama wanita. Namun untuk wanita masih lebih mending karena banyak toleransi penilaian ketika bermesraan untuk dituding sebagai lesbian.Â
Padahal tidak ada jaminan hanya karena melihat dengan pandangan mata saja kalau pria mesra dengan sesama pria itu gay atau wanita dengan sesama wanita itu lesbian. Bisa jadi keduanya bersaudara atau sahabat akrab. Fenomena semacam ini kemudian membuat saudara atau sahabat tidak leluasa mengekspresikan kasihnya untuk menghindari label sebagai LGBT yang dianggap begitu nista.
Begitupula maraknya pemberitaan negatif mengenai aib LGBT juga merekonstruksi pola pikir masyarakat bahwa pria mesra dengan pria direpresentasikan sebagai pasangan gay.Â