Kekinian perdagangan produk-produk halal di dunia peluangnya semakin menggiurkan seiring meningkatnya kesadaran konsumsi makanan halal. Data penelitian yang dipaparkan di Festival Produk Halal Dubai 2017 seperti dilansir dari Trade Arabia, perdagangan produk barang dan jasa halal di dunia meningkat delapan persen atau dengan nilai lebih dari 2,3 triliun dolar. Sekitar 64 persen di antaranya merupakan produk makanan dan minuman dengan nilai 1,4 triliun dolar.
Secara global pasar produk makanan halal diperkirakan akan terus bertumbuh. Technavio memperkirakan pasar makanan halal bakal meningkat rata-rata 15,5 persen per tahun selama 2017-2021. Total pasar produk halal global bernilai lebih dari 3,6 triliun dolar pada 2013, dan ditaksir akan menembus 5 triliun dolar di pada 2020, termasuk di dalamnya ada pasar makanan halal yang diproyeksikan mencapai 1,6 triliun dolar pada 2018. Â
Pasar Halal Dunia Didominasi Negara Non-muslim
Selama ini hanya segelintir pelaku bisnis dari Indonesia yang terjun ke dalam pasar halal dunia. Bahkan bisa dikatakan Indonesia tertinggal dalam persaingan pasar halal yang justru didominasi pelaku bisnis dari negara non-muslim. Dari 10 besar eksportir halal di dunia, tidak ada nama Indonesia. Kesepuluh eksportir itu di antaranya, Thailand, Filipina, Singapura, Selandia Baru, India, Brazil, Austria, Amerika Serikat, Argentina dan Prancis yang menguasai pangsa pasar halal dunia hingga 85 persen.
Dilansir dari Kompas.com, industri halal global dirajai Thailand yang hanya berpenduduk Muslim lima persen. Kini negara tetangga itu telah mengukuhkan diri sebagai dapur halal dunia. Australia yang secara geografis juga dekat dengan Indonesia telah memproduksi dan mengekspor daging sapi halal. Industri tekstil halal didominasi Tiongkok dan Korea Selatan mendominasi industri kosmetik halal dunia.Â
Bisnis Halal yang Mulai Dilirik di Korea Selatan
Korea Selatan awalnya memang tidak tertarik dengan bisnis produk halal karena penduduk Muslim hanya 200 ribu jiwa atau kurang dari 0,5 persen dari jumlah penduduk yang mencapai 50 juta jiwa. Produk berlogo halal cukup sulit ditemukan karena pemerintah tidak fokus memisahkan produk halal dengan tidak halal yang sebagian besar mengandung babi.Â
Namun setelah mengetahui potensi pasar halal dunia yang mulai menggeliat dengan diprediksi mencapai 21,2 persen pada 2019 dan meningkatnya kunjungan wisatawan Muslim membuat negara ini mulai melirik pasar halal. Satu syarat agar produknya bisa diekspor ke negara Muslim adalah adanya sertifikat halal.
Kekinian label halal dari Korean Muslim Federation (KMF) mulai terpampang di kemasan-kemasan produk restoran-restoran di Korea Selatan untuk menarik minat wisatawan Muslim. Dilansir dari Tirto ID, belakangan produk halal asal Korea Selatan diragukan karena sertifikasi halal tidak hanya kewenangan KMF melainkan juga perusahaan swasta lainnya.Â
Peluang itu membuat banyak restoran dan produk makanan halal yang memalsukan label halal. Inilah yang membuat Indonesia sampai kini masih belum bersedia menerima produk halal impor asal Korea Selatan.
Rumitnya Sertifikasi Halal di Jepang Jadi Peluang Ekspor
Sementara di Jepang cukup sulit menemukan produk halal. Hanya toko tertentu saja yang menyediakan bahan-bahan halal seperti daging, sosis, atau nugget. Terbatasnya toko penyedia makanan halal di Jepang selain karena tidak dominannya Muslim di negara tersebut juga karena ketatnya regulasi.Â
Pendirian restoran halal tidaklah mudah karena syaratnya harus semua makanan yang disajikan halal. Kalaupun menjual makanan berbahan babi misalnya, dapurnya harus dipisah, sehingga banyak pengusaha yang beranggapan ribet dan biaya sertifikasi yang mahal. Peluang seperti inilah sebenarnya yang bisa dimanfaatkan pengusaha Indonesia untuk mengekspor produk halal.
Jenis produk makanan halal yang diminati oleh konsumen Jepang adalah daging. Kantor perwakilan Indonesia di Tokyo melaporkan bahwa Jepang hanya mampu memenuhi sekitar 40 persen dari kebutuhan dalam negeri, sehingga ekspor makanan ke Jepang diperkirakan akan terus tumbuh termasuk untuk produk daging halal. Penduduk muslim di Jepang diperkirakan berjumlah 185 ribu orang dan nilai pasar produk halal tidak kurang dari JPY 54 miliar.
Indonesia Hanya Jadi Target Impor Pasar Halal
Para pelaku bisnis di Indonesia sebenarnya sudah memahami standarisasi kehalalan produk, tetapi hanya sebagian kecil saja yang ikut berpartisipasi dalam pasar dunia. Padahal sebenarnya sangat mampu memproduksi produk-produk halal yang dapat dikonsumsi dalam negeri maupun untuk diekspor.Â
Sebaliknya, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia justru menjadi target pasar halal terbesar di dunia. Banyak makanan, minuman, kosmetik atau fashion halal impor masuk karena tingginya permintaan.
Populasi Muslim Dunia Meningkat
Di sisi lain, peluang pasar halal dunia semakin terbuka seiring pertumbuhan populasi penduduk Muslim dunia. Pada 2010 diperkirakan ada 1,6 miliar jiwa Muslim di seluruh dunia atau 23 persen dari populasi dunia. Sebagian besar berada di Asia Pasifik, Timur Tengah, Afrika Sahara, Eropa hingga Amerika Utara dan Latin.Â
Populasinya diperkirakan akan bertambah hingga 30 persen dunia pada 2050 mendatang. Lebih dari 20 persen Muslim tersebar di negara-negara minoritas Muslim. Terutama di negara-negara Barat karena migrasi setelah konflik pergolakan yang terjadi di negara Muslim.
Populasi Muslim di Amerika Serikat misalnya, diperkirakan meningkat dua kali lipat dalam 20 tahun kedepan, dari 2,6 juta jiwa menjadi 6,2 juta jiwa pada 2030. Di Eropa, populasi Muslim diperkirakan akan tumbuh sebesar 33 persen selama 20 tahun ke depan, meningkat dari 44 Juta menjadi 58 juta jiwa pada  2030.Â
Sedangkan Muslim Australia akan meningkat dari 2,2 persen menjadi 4,9 persen pada 2050 yang berarti satu juta lebih Muslim di Australia pada 2050. Asia Pasifik sebagai kawasan terbesar populasi Muslim dunia menjadi pasar potensial produk dan makanan halal, tak kecuali di negara-negara minoritas Muslim.
Pasar produk halal potensial salah satunya adalah Eropa, sebagai kawasan populasi Muslim terbesar keempat dunia, hingga mencapai 43 juta jiwa (2010). Permintaan produk halal di pasar Eropa juga meningkat rata-rata 15 persen per tahun sejak 2003. Muslim di negara-negara Eropa umumnya adalah minoritas, termasuk di Prancis.
Non-muslim Suka Produk Halal
Selain itu, standarisasi halal kekinian sudah menjadi tren di negara-negara maju yang mayoritas penduduknya non-muslim. Mereka juga ingin produk halal dan haram dibedakan dengan label. Sementara kini segala produk itu bercampur.Â
Di Prancis, berdasarkan penelitian Florence Bergeaud Blackler dan Karimun Bonnie dilansir dari Tirto ID, masyarakat lebih suka mengkonsumsi daging berlabel halal yang berasal dari hewan sembelihan sesuai hukum Islam karena rasanya dianggap lebih enak.Â
Selain daging, produk dengan turunan pigmen seperti tulang atau kulit digunakan sebagai bahan tas, sepatu, kosmetik, car, pasta gigi sampai obat-obatan juga diminati. Karena itu produk halal sesungguhnya menciptakan rantai nilai halal yang baru. Produk bersertifikasi halal berarti sesuai dengan hukum Islam yang berdampak langsung pada sistem produk diproduksi, didistribusikan, disimpan, dijual dan dikonsumsi.
Peluang Ekspor Produk Halal Terbuka Lebar
Melihat fakta tersebut tidak mustahil rasanya kalau produk-produk halal dari Indonesia diekspor ke banyak negara, mengingat peluang pasarnya yang sangat terbuka lebar. Sedikitnya ada 3.000 produk halal asal Indonesia yang berpotensi untuk diekspor ke sejumlah negara.Â
Namun sebelum benar diekspor, terlebih dahulu harus dikembangkan sistem industrinya. Salah satunya bisa menerapkan halal supply chain yang berarti produksi barang atau jasa dari hulu hingga hilir memiliki standar dan sertifikasi halal.Â
Sistem jejaring ekonomi yang bisa memproduksi dan memenuhi berbagai kebutuhan produk dan jasa halal ini juga harus terintegrasi baik dari sisi usaha besar, menengah, maupun kecil.Â
Untuk mewujudkankannya perlu fokus pada sektor yang memiliki keunggulan kompetitif. Di Indonesia, sektor yang paling memiliki keunggulan daya saing adalah makanan halal.Â
BPJPH Buka Peluang UMKM Ekspor Produk Halal
Sektor makanan halal di Indonesia telah banyak diproduksi dengan beragam variannya. Sebagian di antaranya telah berhasil diproduksi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang produknya lebih bervariasi karena kreatifitas pelakunya yang tak terbatas. Apalagi belakangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI semakin mempermudah proses sertifikasi halal bagi UMKM dengan pemberian subsidi sehingga dapat menghasilkan produk halal kualitas ekspor.Â
Berbeda dengan pengusaha besar, UMKM hanya dikenakan tarif sertifikasi 10 persen dari biaya umum yang akan berlaku sampai empat tahun. Ini dilakukan sesuai amanat Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 mengenai Jaminan Produk Halal (JPH) dengan pertimbangan aspek sosial kemasyarakatan.
Sejak peralihan sertifikasi halal ke BPJPH dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), peluang ekspor produk halal menembus pasar global semakin mudah. Dilansir dari Bisnis Indonesia, Kepala Pusat Kerjasama dan Standarisasi Halal BPJPH Kemenag, Nifasri mengatakan, salah satu faktor sulitnya produk halal menembus pasar ekspor karena kurangnya legitimasi MUI selaku lembaga pemberi sertifikasi halal dari negara-negara lain karena berbentuk ormas.Â
Kini legitimasi itu semakin kuat karena BPJPH bagian dari Kemenag yang merupakan representasi pemerintah. Sementara MUI bertugas memberikan fatwa halal yang kemudian disampaikan kepada BPJPH untuk penetapan sertifikasi halal. Setelah BPJPH diresmikan 11 Oktober 2017 lalu, banyak tawaran kerjasama dari beberapa perwakilan negara lain untuk proses sertifikasi halal.
Peluang Dominasi Pasar Halal Dunia
Meski sebagian besar pasar halal dunia dikuasai negara-negara non-muslim dengan pasar yang mencapai 85 persen, tetapi tidak berarti pasar halal untuk negara lain, terutama negara mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia tertutup.Â
Masih ada 15 persen pasar yang bisa digarap untuk mengekspor produk-produk halal. Itu belum negara-negara maju yang kini mulai menjadikan produk halal sebagai gaya hidup. Mengingat tidak saja mengenai perintah agama untuk mengkonsumsinya, produk bersertifikasi halal yang diolah sesuai hukum Islam dianggap lebih terjamin kebersihan dan dianggap lebih enak.
Kedepan produk-produk Indonesia cukup berpeluang untuk bisa mendominasi pasar halal global. Mengingat sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia tentunya lebih memahami mengenai produk halal. Apalagi kini pemerintah telah mendukung penuh melalui BPJPH Kemenag.Â
Dengan demikian terbuka peluang tidak hanya mengambil sisa pasar 15 persen tetapi juga bisa menggeser pasar halal yang selama ini didominasi negara non-muslim. Kalau sudah mengekspor maka kelak pelaku-pelaku usaha termasuk UMKM yang telah bersertifikasi halal bisa semakin sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H