Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Kemerdekaan LGBT sebagai Manusia Marjinal

12 Agustus 2017   19:08 Diperbarui: 13 Agustus 2017   12:45 2185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunitas Waria dan Gay Singaraja (Wargas) kembali memeriahkan lomba gerak jalan dewasa putri di Kabupaten Buleleng yang dilaksanakan Kamis (10/8/2017). Lomba yang dilaksanakan untuk memperingati HUT RI ke-72 ini diikuti puluhan peserta wanita, setiap peserta saling beradu untuk menjadi yang terbaik dengan mengelilingi sejumlah jalan protokol di Kota Singaraja.

Namun keikutsertaan Wargas bukan sebagai peserta, melainkan partisipan lomba tersebut. Mereka ikut gerak jalan hanya sebatas berpatisipasi menyemarakkan saja dan penampilannya tidak dinilai juri. Mengingat mereka tidak memenuhi syarat lomba yang salah satunya harus wanita, sedangkan mereka adalah waria.

Setiap tahunnya mereka selalu tampil di urutan peserta terakhir. Meskipun bukan sebagai peserta lomba, tetapi penampilannya selalu paling ditunggu warga yang berniat menyaksikan gerak jalan itu setiap tahunnya.

Bagi warga, kehadiran Wargas dianggap mampu menjadi hiburan mereka di tengah kebosanan menyaksikan lomba gerak jalan yang cenderung monoton. Peserta lain dituntut harus tampil rapi dan disiplin agar menjadi pemenang karena setiap gerakannya dinilai juri.

Namun tidak bagi Wargas. Mereka bebas berekspresi sesuai dengan passion mereka sebagai waria. Salah satunya kostum unik setiap tahunnya. Tahun ini Wargas memilih untuk menggunakan kostum Supergirl. Dengan kaus biru bertuliskan huruf S di dada dan setelan rok merah beserta pernak-pernik serta make-up yang sedemikian rupa, mereka tampak lebih cantik.

Ditambah celoteh dan tingkahnya yang kocak membuat gemas penonton. Tidak sedikit penonton memita berfoto bareng sesaat sebelum lomba, baik pria maupun wanita, dan para waria ini dengan ramah melayaninya. Saat mereka dilepas panitia dan mulai berjalan, sejumlah remaja wanita berteriak histeris memuji kecantikan waria ini.

Bagi warga, tanpa kehadiran Wargas, gerak jalan putri dewasa dianggap tidak meriah. Pernah satu tahun, kalau tidak salah tahun 2014 Wargas absen ikut gerak jalan. Ini karena sejumlah peserta wanita protes kepada panitia. Mereka menganggap waria bukanlah wanita dan tidak berhak ikut gerak jalan wanita. Panitia mengabulkan protes itu.

Namun yang terjadi adalah gerak jalan itu tidak menarik. Masyarakat mendesak agar Wargas kembali dilibatkan dan kehadiran para waria ini disambut antusias warga yang menonton. Tahun 2016 lalu, Wargas kembali menjadi polemik. Itu karena mereka memilih kostum seragam SMA putih abu-abu, dan aksi mereka terekam dalam video yang tersebar luas di media sosial.

Mereka yang kontra dengan Wargas menyebut bahwa penggunaan seragam SMA dengan logo OSIS di dada oleh para waria dianggap sebagai pelecehan terhadap dunia pendidikan. Sebagian lagi berpendapat bahwa para waria itu agar tidak terlalu diberikan kebebasan berekspresi, karena waria dilarang agama dan dikhawatirkan akan merusak mental generasi muda. Tidak ketinggalan mereka yang berkomentar dengan kata kasar berisi, hinaan, cacian sampai makian karena merasa jijik dengan waria. Setelah ditelusuri, mereka yang kontra dengan Wargas sebagian besar berasal dari luar Kabupaten Buleleng, Bali.

Sementara warga Buleleng baik-baik saja dan tidak mempermasalahkan kostum seragam SMA yang dikenakan Wargas. Karena mereka tahu siapa waria di mata mereka. Komunitas Wargas terbentuk bukan hanya untuk sekadar seru-seruan mereka saja sebagai waria. Selama ini mereka banyak berkegiatan sosial, salah satunya peran untuk sosialisasi dampak HIV/AIDs kepada masyarakat. Ini mereka lakukan karena pernah mengalami sendiri, yang pada suatu ketika banyak waria di Buleleng terkena virus mematikan itu karena pergaulan bebas.

Tahun lalu mereka beralasan pemilihan seragam SMA untuk kostum karena didasari kepedulian terhadap dunia pendidikan. Mereka melalui aksinya saat gerak jalan ingin mengingatkan dampak pergaulan bebas bagi para remaja. Di samping itu masih banyak lagi aktivitas sosial waria itu yang berkontribusi positif terhadap masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun