Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Malu Punya Mahasiswa Gay?

26 Juli 2017   16:08 Diperbarui: 28 Juli 2017   09:06 3502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saran saya terhadap Rektor UB tidak perlu hirau terhadap kata orang yang bicara Pria Gay itu jahat. Kalau perlu rangkul mereka dan jadikan Persatuan Komunitas Gay Universitas Brawijaya sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Mahasiswa baru sekarang rupa-rupanya sudah mulai bosan dengan UKM yang itu-itu saja, band-band-an, pecinta alam, fotografi, pencak silat dari tahun ke tahun begitu saja.

Rekonsiliasi dan revolusi jangan dijadikan pilihan seperti apa kata tokoh ormas dari Arab sana. Tapi jadikan itu sebagai satu kesatuan. Sudah semestinya UB rekonsiliasi dengan komunitas gay untuk merevolusi kegiatan mahasiswa yang begitu-begitu saja. Berikanlah mahasiswa gay hak berekspresi, selagi kegiatannya positif dan tidak menyimpang seperti seks bebas kenapa tidak. Dengan menjadi UKM, komunitas gay akan lebih terkontrol kegiatannya, dan mereka tidak bisa berkegiatan menyimpang kalau tidak ingin dibekukan.

UB  juga dapat bermitra dengan komunitas gay dalam hal riset atau penelitian. Terutama penelitian mengenai LGBT. Kenapa mereka bisa menjadi LGBT dan sebagainya. UB sebagai perguruan tinggi tempatnya orang-orang berilmu dan berwawasan luas tidak sepatutnya sereaktif ini menyikapi keberadaan komunitas gay. Melalui dosen/mahasiswa Teknologi Informasi (TI) mereka bisa verifikasi grup facebook ini benar tidak punya komunitas gay atau cuma ulah orang iseng saja. Melalui dosen/mahasiswa Psikologi dan Sosiologi bisa dicari tahu kenapa mereka pilih jadi gay. 

Syukur lahir teori baru mengenai LGBT dari akademisi Indonesia. Tidak melulu peneliti dari wong kulon saja. Itu lebih berfaedah untuk UB sebagai lembaga pendidikan yang bereputasi dari sekadar menolak komunitas gay yang mungkin demi citra baik saja. Kini kesan yang ditunjukkan UB seakan mereka sudah jijik duluan sebelum berinteraksi dengan anggota komunitas ini. Tanpa berpikir dahulu misalnya bagaimana membuat gay menjadi tidak gay. Padahal kalau UB masih ingat tridharma perguruan tinggi, itu salah satu tanggungjawabnya.

Saya sepakat kalau LGBT itu termasuk penyakit, penyakit yang sebagian sudah bawaan dari lahir. Saya yakin mereka dalam hati kecilnya tidak ingin berstatus LGBT, tetapi nasiblah yang mengharuskan demikian. Sikap UB yang akan men-DO mahasiswanya yang gay saya rasa berlebihan. Itu sama saja mengucilkan dan menjauhinya. Apa dengan sikap seperti itu mereka bisa sembuh? Yang ada mereka akan semakin depresi. Padahal mahasiswa dengan berbagai macam problematikanya adalah bagian dari keluarga besar UB. Jangan hanya menyanjung mahasiswa yang baik secara akademik saja tetapi justru membuang mahasiswa yang tidak bermanfaat. Menjadikan mahasiswa yang dianggap tidak bermanfaat seperti komunitas gay ini sebagai mahasiswa bermanfaat adalah tanggungjawab UB. Saya percaya mereka para gay akan menjawab kesempatan baik jika diberikan. (lugas wicaksono)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun