Negara kita saat ini tengah menghadapi masalah saat melaksanakan proyek kereta cepat pertamanya, yang menghubungkan Jakarta dan Bandung.Â
Jumlahnya bisa dibilang fantastis, bahkan pemerintah pada akhirnya ikut turun tangan demi menyelamatkan proyek yang progresnya dilaporkan sudah mencapai 79% ini.
Cost overrun dalam sebuah proyek biasa dikenal sebagai pembengkakan biaya proyek dalam bahasa awam. Sebuah proyek biasanya sudah memiliki estimasi biaya sebelum mulai dilakukan.Â
Estimasi biaya tersebut didapatkan dari studi kelayakan yang dilakukan. Jika pada pelaksanaannya terdapat penambahan kebutuhan biaya yang lebih besar dari estimasi, itulah yang disebut cost overrun.
Pembahasan soal isu cost overrun pada proyek kereta cepat di Indonesia sepertinya sangat asik untuk disimak. Ada pihak yang pro dan ada yang kontra soal upaya penyelamatan proyek yang satu ini.
Hal itulah juga yang akhirnya menarik perhatian saya untuk mengetahui lebih dalam soal proyek kereta cepat pertama di dunia yaitu Tokaido Shinkansen di Jepang.Â
Apakah dalam praktiknya proyek ini lancar-lancar saja seperti halnya yang diperlihatkan banyak media? Atau ada kendala yang menyebabkan efek berkelanjutan dan mengubah sesuatu di negara tersebut?
Jepang menjadi negara pertama yang mengembangkan kereta cepat. Kala itu, di tahun 1960-an Jepang membangun jalur kereta cepat pertamanya yang menghubungkan antara wilayah ibukota di Tokyo dan kota metropolitan lain yaitu Osaka.
Selain karena adanya acara olahraga besar yaitu Olimpiade Tokyo saat itu, pembangunan kereta cepat ini juga didasari atas kebutuhan transportasi masyarakat antara Tokyo dan Osaka. Jalur kereta eksisting di antara Tokyo-Osaka bisa dikatakan yang tersibuk.
Jalur kereta cepat yang membentang sepanjang 515 km itu rencananya membutuhkan biaya sebesar 200 miliar Yen. Namun, faktanya estimasi biaya tersebut membengkak hingga dua kali lipatnya sekitar US$17 miliar jika dikonversi pada nilai mata uang saat ini.