Mohon tunggu...
Ludovicus Mardiyono
Ludovicus Mardiyono Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku "Kingdom Leadership"

Kingdom citizen

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Merevolusi Revolusi Mental Jokowi

17 Februari 2016   05:29 Diperbarui: 17 Februari 2016   13:19 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi menafsirkan “Indonesia yang berdaulat secara politik” sebagai Kedaulatan rakyat haruslah ditegakkan di Bumi kita ini. Negara dan pemerintahan yang terpilih melalui pemilihan yang demokratis harus benar-benar bekerja bagi rakyat dan bukan bagi segelintir golongan kecil. Untuk itu Indonesia harus hidup dengan nilai-nilai moral agama.

Kesalahan tafsir yang saya maksud adalah bahwa kedaulatan Negara tidak berarti kedaulan rakyat. Ini terdengar bodoh, tetapi saya percaya demokrasi bukanlah sistem yang terbaik. Demokrasi percaya bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Saya kira tidak begitu. Ingat peristiwa abat ke-11 sebelum masehi, ketika Tuhan menolak suara rakyat Israel yang meminta raja tapi rakyat tetap bersikeras sampai akhirnya mereka memiliki raja hasil “pemilu” yang demokratis. Apa yang terjadi, kerajaannya tumbang dan bangsa Israel hidup dari krisis kepada krisis berikutnya. Menurut saya, suara Tuhan bukan suara rakyat dan suara rakyat bukan suara Tuhan. Jadi Indonesia berdaulat secara politik, ekonomi dan budaya artinya Indonesia sebagai Negara harus hidup dengan nilai-nilai moral yang tinggi. Ini saya sebut nilai-nilai moral kerajaan surga, bukan nilai-nilai agama seperti yang disampaikan Jokowi. Nilai-nilai yang lebih tinggi secara konkrit saya daftar sebagai berikut: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.

Terakhir, saya tidak setuju kalau Jokowi menyebut bahwa revolusi mental ini adalah paradigma baru (new paradigm) karena ini tidak baru sama sekali dan saya percaya seorang Jokowi bukanlan penyelamat Negara atau satria piningit. Karena Jokowi adalah orang biasa yang dipilih oleh rakyat dan ditempatkan sebagai penguasa untuk menyelesaikan permasalahan Negara. Demokrasi memaksa Jokowi untuk tahu lebih banyak dan bertindak lebih pintar dari rakyat yang lain dan bagi saya itu tidak mungkin terjadi.

Jadi, revolusi mental itu tidak perlu disebut paradigma baru, yang kita perlukan adalah “the original paradigm”. Paradigma asli yang sudah Tuhan berikan kepada manusia sejak awal penciptaan, yaitu pertama bahwa bahwa manusia harus serupa dan segambar dengan Allah. Segambar artinya memilik nature atau karakter Allah. Kedua bahwa manusia harus hidup dalam budaya baru; kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Budaya itu akan sanggup mengalahkan budaya buruk yang disebut Jokowi; korupsi, intoleransi terhadap perbedaan, dan sifat kerakusan, sampai sifat ingin menang sendiri, kecenderungan menggunakan kekerasan dalam memecahkan masalah, pelecehan hukum, dan sifat oportunis.

Akhirnya harapan saya Indonesia tidak hanya menjadi baik tapi juga menjadi benar di hadapan Allah. God bless Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun