Dampak
Dampak global dari dinamika ini sangat signifikan. Negara-negara di Asia Tenggara, yang selama ini berusaha menjaga keseimbangan antara AS dan Tiongkok, akan menghadapi tekanan yang lebih besar untuk memilih sisi.Â
Dua negara aliansi AS di Asia, yaitu Jepang dan Korea Selatan, kemungkinan akan memperkuat kapabilitas pertahanan mereka. Lalu, Australia berpotensi semakin mendekat ke AS sebagai penyeimbang pengaruh Tiongkok.
Eropa juga tidak luput dari dampak dinamika ini. Kebijakan Trump yang sering tidak dapat diprediksi diyakini bakal mendorong Uni Eropa untuk mengembangkan otonomi strategis yang lebih besar.Â
Belajar dari pemerintahan pertama Trump, Prancis dan Jerman berpotensi memiliki peluang mulai membangun kapasitas pertahanan independen. Tujuan utamanya adalah mengantisipasi berkurangnya reliabilitas payung keamanan AS.
Dalam ekonomi global, persaingan AS-Tiongkok di era Trump kedua dapat mempercepat proses decoupling ekonomi. Dalam konteks ini, rantai pasokan global mungkin akan semakin terfragmentasi menjadi blok-blok yang berafiliasi dengan AS atau Tiongkok. Akibatnya adalah terbentuknya arsitektur ekonomi global yang lebih regionalized.
Selain itu, kebijakan Trump yang membatasi akses Tiongkok ke teknologi AS bisa memperdalam pemisahan ekosistem teknologi global. Kenyataan itu menegaskan bahwa teknologi telah menjadi medan utama dalam rivalitas kedua negara.
Aspek penting selanjutnya adalah peran institusi multilateral. Skeptisisme Trump terhadap organisasi internasional, dikaitkan dengan upaya Tiongkok untuk membentuk institusi alternatif.
Akibatnya adalah kemungkinan pelemahan lebih lanjut dari sistem tata kelola global yang ada. Pembentukan BRICS menjadi salah satu contohnya. Kecenderungan ini berpotensi menciptakan dunia yang lebih multipolar dan kurang teratur.
Pertanyaan kuncinya adalah apakah dunia akan terjebak dalam "Perangkap Thucydides" atau bisa menemukan jalan keluar. Sejarah menunjukkan bahwa transisi kekuatan tidak selalu berakhir dengan konflik.Â
Namun, menghindari perangkap ini membutuhkan kepemimpinan yang bijak dan mekanisme manajemen krisis yang efektif dari kedua belah pihak.
Kembalinya Trump ke Gedung Putih bakal menambah kompleksitas dalam dinamika global, terutama dalam konteks hubungan AS-Tiongkok.Â