Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pertimbangan Keamanan Nasional dalam Kebijakan AS Melarang TikTok

19 Januari 2025   11:26 Diperbarui: 20 Januari 2025   17:24 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, 19 Januari 2025, TikTok, platform media sosial populer milik perusahaan Tiongkok ByteDance, menghadapi ancaman larangan operasi di seluruh wilayah Amerika Serikat (AS). 

Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah AS untuk memaksa ByteDance menjual aset TikTok di negara tersebut, dengan alasan kekhawatiran terhadap keamanan nasional.

Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi proteksionisme AS dalam menghadapi dominasi teknologi asing di era digital. Di era globalisasi ini, kebijakan larangan TikTok ini sebenarnya merupakan sebuah kemunduran. Apalagi kebijakan itu dilakukan oleh negara pengusung utama globalisasi.

Meski begitu, pertimbangan keamanan nasional tampaknya memaksa AS menjalankan kebijakan itu. Terlepas dari persaingan geopolitik dan bisnis antara AS dan China atau Tiongkok, larangan itu hanya dikenakan pada media sosial TikTok saja.

Keamanan Nasional

Proteksionisme adalah kebijakan sebuah pemerintahan yang bertujuan melindungi industri domestik dari persaingan asing. Perlindungan itu dapat dilakukan lewat berbagai cara, misalnya penerapan tarif, pembatasan kuota, dan regulasi ketat terhadap perusahaan atau produk asing.

Dalam konteks TikTok, pemerintah AS mengkhawatirkan potensi akses pemerintah Tiongkok terhadap data sensitif pengguna. Keamanan data ini dianggap AS sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasional. 

Meskipun TikTok telah berupaya meyakinkan bahwa data pengguna AS disimpan dengan aman, kekhawatiran ini tetap menjadi dasar bagi tindakan proteksionis AS.

AS ternyata bukan satu-satunya negara yang menerapkan kebijakan proteksionis terhadap perusahaan teknologi asing. Beberapa negara lain juga telah mengambil langkah serupa. 

Tujuannya, tidak lain, adalah untuk melindungi industri domestik dan keamanan nasional mereka. India bisa menjadi contoh menarik. 

Negara itu, yang berbatasan langsung dengan China, telah melarang sejumlah aplikasi asal Tiongkok. Ada alasan tegas di balik larangan itu, yaitu alasan keamanan data dan kedaulatan digital. 

Langkah ini diambil setelah ketegangan geopolitik antara kedua negara meningkat. Pemerintah India menganggap aplikasi-aplikasi bikinan China itu dapat membahayakan keamanan nasionalnya.

Selain itu, Australia juga telah memberlakukan pembatasan terhadap perusahaan teknologi asing dalam pembangunan infrastruktur kritis. Pemerintah Australia secara tegas melarang penggunaan peralatan dari perusahaan Tiongkok, yaitu Huawei, dalam jaringan 5G mereka.

Alasannya adalah kekhawatiran terhadap potensi spionase dan ancaman terhadap keamanan nasional. Langkah ini mencerminkan kecenderungan munculnya pertimbangan keamanan nasional di berbagai strategi proteksionis di banyak negara. 

Banyak pemerintahan mencoba mengatur pembangunan infrastruktur digitalnya di tingkat domestik. Harapannya adalah melindungi infrastruktur vital dari pengaruh asing yang dianggap berpotensi menimbulkan resiko keamanan nasional.

Tuduhan

Selama ini pemerintah AS telah mengajukan sejumlah tuduhan terhadap TikTok yang dianggap mengancam keamanan nasional. Berbagqintuduhan utama, di antaranya:

1. Akses Data Pengguna oleh Pemerintah Tiongkok: Washington khawatir bahwa ByteDance, perusahaan induk TikTok yang berbasis di Tiongkok, dapat dipaksa oleh pemerintah Tiongkok untuk menyerahkan data pengguna Amerika. 

Meskipun TikTok menyimpan data pengguna AS di server domestik, hubungan ByteDance dengan Beijing menimbulkan kekhawatiran tentang potensi akses terhadap informasi sensitif.

2. Manipulasi Konten dan Propaganda: Muncul kekhawatiran bahwa pemerintah Tiongkok dapat memanfaatkan TikTok untuk menyebarkan propaganda atau mempengaruhi opini publik di Amerika Serikat. 

Kontrol atas algoritma TikTok memungkinkan potensi manipulasi konten yang ditampilkan kepada pengguna, dan, selanjutnya, dapat digunakan untuk operasi pengaruh secara terselubung.

3. Pengumpulan Data: TikTok dituduh mengumpulkan berbagai data pengguna, termasuk lokasi, aktivitas online, dan informasi pribadi lainnya. 

Data ini, jika diakses oleh pihak asing, dapat digunakan untuk tujuan spionase atau pemerasan, yang berpotensi membahayakan keamanan nasional Amerika Serikat.

Tuduhan-tuduhan ini telah mendorong pemerintah AS untuk mempertimbangkan beberapa tindakan. Setidaknya ada dua usulan tindakan dari AS, seperti memaksa ByteDance menjual aset TikTok di Amerika atau melarang aplikasi tersebut secara keseluruhan untuk beroperasi di AS, dengan tujuan melindungi keamanan nasional dan privasi warganya.

Dampak

Meskipun kebijakan proteksionisme bertujuan melindungi keamanan nasional dan industri domestik, penerapannya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap inovasi dan pertumbuhan ekonomi.

Larangan terhadap TikTok, misalnya, diperkirakan dapat mempengaruhi jutaan pengguna dan kreator konten di AS. Selama ini, banyak warga AS yang telah memanfaatkan platform tersebut untuk berbagai keperluan, mulai dari hiburan hingga bisnis.

Langkah proteksionis ini juga berpotensi dapat memicu ketegangan perdagangan antara AS dan China, yang berpotensi merugikan kedua belah pihak. Pergantian kepemimpinan di AS dari Joe Biden ke Donald Trump dapat menegaskan kecenderungan proteksionis AS.

Kebijakan proteksionis AS terhadap TikTok memang bisa saja mencerminkan upaya pemerintah dalam melindungi keamanan nasional di tengah dominasi teknologi asing di era digital.

Meskipun langkah ini didasarkan pada kekhawatiran yang sah, pemerintah AS perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap inovasi, ekonomi, dan hubungan internasional.

Belajar dari berbagai contoh negara lain, pendekatan yang seimbang antara keamanan dan keterbukaan terhadap teknologi asing tampaknya lebih diperlukan untuk memastikan pertumbuhan dan stabilitas di era globalisasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun